Oleh: Fajar Dwi Putra
(Kabarpas.com) – INI adalah hari terakhirku ikut pelatihan menjadi seorang Caddy. Aku tidak langsung pulang, karena hari ini pelatihan selesai jam 4 sore, jadi petra ngajakin nongkrong di kafe hotel.
“Mau pesan apa Ra”? tanya Petra
“Hmm apa ya….kamu pesan apa”?
“Aku cuma mau makan roti aja”
“Mas, roti cokelat satu ya” kata Petra waitress pelayan kafe hotel
“Eh…aku juga mau deh, sama kayak kamu”
“Hmm…dua deh mas rotinya, jus apokatnya juga dua”
“Baik Mbak” kata waitress.
“Malam ini mau kemana Pet”? tanyaku
“Tenang, kita kan udah selesai pelatihan, jadi aku mau refreshing, udah sebulan penuh ngak pernah keluar”
“Maksudmu”?
“Iyakan, sudah sebulan kita tiap hari belajar jadi Caddy, dan besok pagi kita sudah kerja hari pertama.
Malam ini aku pengen jalan ke suatu tempat yang enak, ramai tapi suasananya menyenangkan”
“Dimana tu”? tanyaku heran
“Ini Jakarta Ra, semua tempat enak, tapi aku bingung juga, saking banyaknya tempat yang ada di Jakarta”
Aku pun diam, pura-pura berfikir meski aku tak tau kemana tujuannya
“Ok…!!! aku tau kemana kita menghabiskan malam ini”
“Pet….eh..eh tunggu, mau kemana….”
“Udah ikut aja..” kata Petra menggandeng tanganku.
Mobil kami berjalan agak kencang keluar dari loby hotel. Waktu menunjukkan pukul 7 malam, mobil kami melaju dengan kecepatan yang lumayan kencang. Petra tampak semangat sekali dengan rencananya, bahkan aku saja tidak tau kemana roda mobil kami melaju, jangankan arah, bahkan nama jalan di Jakarta saja sampai sekarang aku tidak tau, yang aku tau nama kos dan nama jalan serta nama Ibu kos ku saja.
Sekitar 2 jam perjalanan mobil kami menyusuri kota Jakarta, aku pun melihat sebuah pemandangan yang luar biasa. Mungkin ini sebuah pengalaman pertama buat aku. Aku memang pernah melihat Jakarta di malam hari, tapi hanya dalam televisi. Meski perjalanan termasuk padat dan macet, tapi setidaknya aku bisa menikmati suasana kota Jakarta di malam hari.
“Ini ni Jakarta yang sebenernya, ngak kayak yang di TV-TV itu”
Pandanganku terus kedapan, aku tak menghiraukan ucapan Petra, terserah dia mau ngomong apa yang penting aku sudah bisa melihat Jakarta di malam hari. Suasananya memang padat, banyak mobil, pekerja dan orang-orang yang beraktivitas.
Langit malam ini cerah, aku melayangkan pandanganku ke luar jendela mobil. Penuh dengan harapan, jauh dari kampung halaman, apakah ini yang dinamakan sebuah impian? Ataukah memang hanya fatamorgana saja? Hmmm setidaknya aku sudah bisa menghiasi duniaku sendiri dengan apa yang memang aku inginkan.
Mobil kami berhenti di sebuah parkiran yang cukup luas. Kami turun dan….aku terpana dengan semua pandangan ini. Mataku seakan tak berkedip memandangan semua ini. Apakah aku akan teriak untuk meluapkaan rasa gembiraku? Ataukah justru nanti aku akan dikatakan kampungan oleh Petra? Hmmm tapi pemandangan di sini sungguh luar biasa.
“Puncak…!!!” kata Petra histeris
“Oh…ini yang dinamakan puncak?, pantas saja semua orang sering membicarakannya, dan aku sering mendengar tentang apa itu puncak dan bagaimana suasananya”
Dan aku…aku malam ini berada di sini…aku mengungkapkan semua rasa ini di puncak…seperti puncak keinginanku malam ini. Aku tidak tau akan terjadi apa dan apa yang akan aku lakukan di sini nantinya, yang jelas aku akan selalu bersyukur dengan semua keadaan ini.
Petra hanya melihatku, seolah dia heran dengan perkataanku malam ini
Kami duduk di atas cup mobil, memandangi semua yang ada di depan kami malam ini. Pembicaraan kami mulai dari malam ini…
“Sebenarnya aku ngak punya keinginan ke tempat ini”
“Lho…kan kamu tadi….”
“Ya…aku memang yang mengajak ke tempat ini, itu semua ada alasannya Ra”
“Alasan?”
“Ya..sebuah alasan”
“Apakah semua yang dilakukan harus dengan alasan yang jelas dan pasti?”
“Kadang iya..”
“Kenapa?”
“Ya..seperti malam ini, alasanku jelas, yang awalnya aku tidak mau ke sini eh sekarang justru sekarang malah aku yang mengajak kamu ke sini”
“Apa alasanmu Pet?” tanyaku sambil mengambil makanan kecil, “Apakah kamu punya kenangan dengaan tempat ini?”
Petra menatapku, lalu melemparkan pandangan jauh ke depan, seolah ada sebuah batasan beban yang tak bisa ia jelaskan.
“Dari tempat inilah aku memulai hidupku, hingga aku bisa bekerja sebagai Caddy”
“Maksudmu?” aku mengerutkan dahi
“Aku pernah punya pengalaman tidak enak di sini..di tempat ini dan di tempat yang sedang kita pijaki sekarang”
“Pengalaman? Soal apa?
“Kehidupan!” jawab Petra. (***).
____________________________________________
*Setiap Minggu Kabarpas.com akan memuat rubrik khusus “Ruang Sastra”. Bagi Anda yang memiliki karya sastra, baik berupa cerita bersambung (cerbung), cerpen maupun puisi. Bisa dikirim langsung ke email kami: redaksikabarpas@gmail.com. Untuk setiap karya yang dimuat dalam rubrik “Ruang Sastra” akan mendapatkan merchandise menarik dari Kabarpas.com.