Menu

Mode Gelap
Wujudkan Mimpi Pebasket Muda Jatim, MPM Honda Jatim Gelar Honda DBL 2023 East Java Series Dukungan Mas Dion Maju Cabup Pasuruan 2024 Kian Masif

Ruang Sastra · 3 Apr 2016

Sabda Jalan Sunyi (Bag. 1)


Sabda Jalan Sunyi  (Bag. 1) Perbesar

Oleh: Fajar Dwi Putra

(Kabarpas.com) – YOGYAKARTA sore ini terasa lengang, jalan di sekitaran Malioboro sepi, aku pergi diantar Ibu dengan menggunakan mobil. Sore ini aku akan berangkat ke Jakarta, aku diterima bekerja sebagai Caddy di sebuah perusahaan Golf terbesar di Jakarta. Sebuah pengalaman perdana yang belum pernah aku alami sebelumnya, dan aku terpaksa harus meninggalkan Ibu sendirian di rumah.

Selama perjalanan Ibu memberikan berbagai macam nasehat, membicarakan tentang hidup. Aku tau sebenarnya Ibu sedih karena harus kehilangan aku, kehilangan sahabat yang setiap malam selalu menemaninya berbicara soal masa depan dan kesulitannya, berbagi beban denganku merupakan sebuah kesenangan Ibu. Dan sore ini Ibu harus rela melepaskan aku pergi ke kota orang yang sama sekali belum pernah aku singgahi.

Perjalanan dari rumah ke statsiun tugu sekitar 20 menit, selama perjalanan di dalam mobil Ibu memberikan aku sebuah pesan.

“Aira, kamu sudah akan memulai hidup baru di sana, jadi ingatlah bahwa semua ini adalah sebuah jalan Tuhan yang harus kamu lalui, sebuah keharusan manusia dalam menjalani hidup, jadi tetaplah kamu menjadi wanita yang tabah, sabar, dan selalu patuh dengan perintah agama” pesan ibu kepadaku

Aku hanya mendengarkan semua nasihat Ibu, aku tidak berani menyanggahnya.
“Kenapa kamu diam?” tanya Ibu
“Aira merasa berat harus meninggalkan Ibu di Jogja” ucapku

Ibu tersenyum
“Aira..semua ini merupakan sebuah perjalanan, kamu tau yang namanya perjalanan itu pasti akan terus maju, apapun kondisi dan keadaan yang menimpa kamu sekarang, ya ini adalah sebuah pilihan hidup, dan kamu tidak bisa menghindar, yang ada kamu menjalaninya dengan ikhlas”

Aku memeluk Ibu, aku merasakan kesedihan yang luar biasa sore ini, aku tidak mau meninggalkan Ibu, aku ingin terus bersama Ibu, seandainya hidup boleh aku tawar, pasti aku akan melakukannya, tapi melihat Ibu aku jadi semakin berat meninggalkan Jogja. Tanpa sengaja air mataku menetes.

“Ada banyak “Drama” dalam hidup, tapi kamu tak perlu jadi pemainnya jika kamu tak ingin memainkannya” kata Ibu sambil mengusap kepalaku.
“Maksud Ibu?”
“Ketakutan yang berlebih tidak baik, lakukan apapun dengan penuh keyakinan, karena Tuhan pasti akan membantu hamban-Nya yang kesulitan”
Air mataku semakin menetes mendengar Ibu mengatakan seperti itu.
“Ibu….” aku memeluk Ibu.
“Ketika kamu merasa tak bahagia dengan hidupmu, ingatlah, bahwa ada seseorang yang bahagia hanya karena kamu ada”

Suasana hening sesaat Ibu mengatakan kalimat terakhirnya. Rasanya aku ingin menghentikan laju mobil, atau bahkan berhenti untuk waktu yang tak menentu, aku tak ingin berpisah dengan Ibu, perasaanku mengatakan batin Ibu akan tersiksa dengan kepergianku. Siapa yang akan menemani Ibu sore hari, siapa yang akan diajaknya berbagi beban nanti, siapa yang akan menemani Ibu menjahit pakaian? Tuhan….hatiku tak kuasa menahan semua ini, meski aku hanya terpisah jarak dan waktu, namun aku merasa sangat bodoh dengan keputusan ini, dan kenyataannya adalah aku harus meninggalkan Ibu, dan beberapa menit lagi kejadian itu akan terjadi. Aku tak kuasa menahan haru.

“Kita sudah sampai nak, turunlah..Ibu akan mengantarkanmu sampai dalam.”
Aku mengusap air mataku, mengambil tas dan menyiapkan tiket kereta. Kami berjalan menuju peron 3 stasiun tugu Yogyakarta, kebetulan kereta belum datang, aku harus menunggu sekitar 30 menit lagi, lumayan masih ada waktu untuk bersama Ibu, kataku dalam hati.

Kami berdua duduk di kursi peron 3 sambil menunggu kereta datang, Ibu membelikanku minuman, kami duduk berbincang, sebenarnya aku tak ingin berada disini, sebentar lagi aku akan perlahan-lahan meninggalkan Jogja dan besok aku akan sampai di Jakarta, dan sesampainya aku di sana, pasti hal pertama yang akan aku ingat adalah Ibu.

“Jangan menyesali hidup nak, kesalahan adalah sebuah pelajaran, nikmati hidupmu dan jadikan ia sebuah cerita yang pantas dibanggakan” kata Ibu sambil menatapku dalam.
“Tapi bu, Aira merasa berat harus meninggalkan Ibu di sini, lalu siapa yang nanti akan menemani Ibu? Siapa yang akan menjadi teman saat Ibu sepi? Siapa yang akan…..”
“Ssstttt..Aira, dengar Ibu nak, Segala sesuatu terjadi karena sebuah alasan, meski terkadang kamu tidak tau alasannya, tapi dia selalu memberimu sebuah pelajaran. Jangan takut mencoba hal baru dalam hidupmu, jika berhasil kamu akan bahagia, tapi jika gagal kamu akan bijaksana”

Ya tuhan..Ibu benar-benar memberiku semangat yang luar biasa, meski aku tau Ibu sedih karena aku harus pergi, tapi Ibu senantiasa memberikanku semangat untuk bertahan hidup.
Aku memeluk Ibu.
“Maafkan Aira Ibu.”
“Terkadang kamu harus kehilangan sesuatu yang berarti untuk menyadari dan mensyukuri apa yang kamu miliki sekarang.”

Lagi-lagi aku tak bisa menahan air mataku.
Ibu memelukku sambil tersenyum.
“Setiap orang harus berkompetisi, terutama dengan diri sendiri dan masalah-masalahnya. Dan ingat Aira, ketika seseorang mengatakan hal yang buruk kepadamu, sesungguhnya dia sedang menunjukkan bahwa dia tidak lebih dari dirimu”

Aku diam, melihat jam tanganku. Waktu terus berjalan dan sekarang aku harus menelan semua kepahitan ini. Kereta sudah datang, itu tandanya aku harus segera berpisah dengan Ibu, meninggalkannya dalam kesendirian. Rasanya ingin berteriak, kenapa harus seperti ini, apa Tuhan punya rencana dibalik ini semua.?

“Aira, keretamu sudah datang, pergilah nak..Ibu akan selalu mengingatmu dalam doa.”
“Ibu….aku masih saja menyisakan air mata.”
Ibu hanya tersenyum dan mengangguk, menandakan waktunya untuk berpisah.
“Ibu…Aira pamit, jaga diri Ibu baik-baik.”
“Tenanglah…Ibu bisa jaga diri..kamu yang harusnya jaga diri di sana.”
Aku melihat mata Ibu mulai berair, air matanya pun jatuh juga, Ibu memelukku dengan erat.
“Jaga diri nak..Ibu akan selalu menantimu kembali ke Yogyakarta.” (bersambung).

_________________________________________________
*Setiap Minggu Kabarpas.com akan memuat rubrik khusus “Ruang Sastra”. Bagi Anda yang memiliki karya sastra, baik berupa cerita bersambung (cerbung), cerpen maupun puisi. Bisa dikirim langsung ke email kami: redaksikabarpas@gmail.com. Untuk setiap karya yang dimuat dalam rubrik “Ruang Sastra” akan mendapatkan merchandise menarik dari Kabarpas.com.

Artikel ini telah dibaca 26 kali

Baca Lainnya

Sang Pemenang

8 Desember 2024 - 19:55

Pasrah Menanti

28 Januari 2024 - 22:38

Senyummu

21 Mei 2023 - 20:34

Kekasih…

20 Maret 2022 - 23:56

Syahdunya Malam Tahun Baru

2 Januari 2022 - 01:27

Membersamaimu dengan Ikhlas Part-2

19 Desember 2021 - 21:53

Trending di Ruang Sastra