Oleh: Muhammad Dluha Luthfillah
Yogyakarta (Kabarpas.com) – Laboratorium Studi al-Qur’an dan Hadis (LSQH) Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga bersama dengan Penerbit Mizan, mengadakan Diskusi Buku Islam karya Fazlur Rahman yang menghadirkan Prof. Dr. Syafi’i Ma’arif dan Dr. Abdul Mustaqim.
Acara ini dimulai dengan sambutan oleh Direktur LSQH, Ahmad Rafiq, Ph.D. Dalam sambutan singkatnya Ahmad Rafiq menekankan bahwa hampir semua buku Rahman ditulis sebagai hasil kontemplasi dirinya. Oleh karena itu, kata Rafiq membaca buku Rahman tidak cukup hanya sekali.
“Ia selalu memberikan kebaruan atau mengajarkan satu hal baru kepada pembacanya. Inilah yang membuat buku Rahman sampai sekarang masih layak untuk dibedah dan didiskusikan sepanjang waktu,” kata Rafiq dalam sambutannya.
Acara kemudian dilanjutkan dengan diskusi buku yang dipimpin oleh moderator, Dr. Ali Imron, salah seorang dosen di Program Studi Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga. Diskusi dimulai dengan paparan dari pembedah pertama, Dr. Abdul Mustaqim.
Dalam paparannya, Mustaqim mengatakan bahwa ada dialog yang sangat tajam dalam buku Rahman, karenanya membaca bukunya tidak cukup hanya sekali, harus diulang-ulang. Ia lalu mengutip salah satu ungkapan Buya Syafi’i Ma’arif tentang Rahman, ‘salah satu orang yang paling serius memikirkan al-Qur’an dalam dunia kontemporer adalah Rahman.’
Ia juga mengatakan bahwa pengaruh Rahman di ranah pemikiran Islam di Indonesia sangat besar, itu dibuktikan dengan banyaknya riset yang bersinggungan dengan membahas atau menerapkan metode berpikir Rahman.
“Kebesaran nama Rahman dan pemikirannya adalah buah dari penguasaannya yang sangat hebat di bidang bahasa. Beliau menguasai dengan sangat baik bahasa Persia, Urdu, Yunani, Perancis, dll. Untuk mengawali betapa Islam dan Rahman penting untuk dikaji,” terangnya.
Diskusi kemudian dilanjutkan dengan paparan Buya Syafi’i Ma’arif. Dalam paparannya ia memulai dengan menjelaskan hal-hal yang membuat Rahman menjadi kontroversial. Salah satunya adalah gagasan Rahman bahwa “Qur’an itu sepenuhnya kalam Allah. Namun, dalam memformulasikannya ke dalam Bahasa Arab Nabi Muhammad ikut serta. Ini yang bikin heboh.
“Rahman mempersilakan kita untuk berfikir bebas namun dalam saat yang sama menuntut untuk kritis, baik terhadap Barat maupun terhadap warisan Islam. Sikap kritik terhadap warisan Islam harus ditumbuhkan dari kesadaran sejarah agar tidak mudah dikelabui dalam memahami dasar ajaran Islam,” pungkasnya. (***/tin).