Oleh: Haidar Hafeez
KABARPAS.COM – SUEL pagi pagi membawa karpet selebar langgar empat puluh jemaat. Ini sebagai nazar sebab sapi yang kena lato lato mendadak sembuh setelah bernazar bila sembuh akan aku belikan karpet untuk langgar. Ada apa Suel Gus membuka pintu kayu jati bermotif kupu tarung. Suel langsung uluk salam sambil salaman beralaskan amplop berisi uang serta mencium tangan Gus. Sebagai murid santri kepada guru wajib mencium tangan gus. Sebagai penghormatan murid kepada guru. Semua itu ada jauh sebelum Islam tumbuh subur di bumi pertiwi. Negeri ini negeri matahari membelah bumi magfirah tuhan berlimpah. Nampak dari penghuni negeri suka mencari kesamaan. Mudah lupa akan salah siapa siapa saja. Susah melupakan baik siapa saja. Sampai sampai siapa saja yang merasa anak cucu mbah Semendi tidak berani memakan mungsing. Sebab dahulu mbah Semendi putra Sultan Hasanudin putra sunan Gunung Jati. Pernah di selamatkan ikan mungsing saat tenggelam di perairan utara Plalaan. Hingga kini sulit melupakan kebaikan ikan mungsing yang pernah menyelamatkan nyawa leluhurnya saat itu ratusan tahun silam.
Malam itu perjalanan menyibak samudera demi menghijaukan agama yang masih sampai pada nomor tiga di Blambangan. Setelah Maulana Ishak harus hengkang dari Blambangan demi menghidar dari fitnah. Sebab fitnah yang menimpanya lebih membunuh ketimbang pembunuh bayaran. Semendi maksudul azom sunan Gunung Jati di perintah ke Blambangan menyambung rukun Islam yang baru sampai pada sahadat, sembahyang dan zakat. Mbah Semendi atas perintah sunan Gunung Jati bertugas menggenapi dua lagi rukun Islam yaitu puasa ramadan dan haji.
Syahdan di tengah gelap malam kapal yang ditumpangi mbah Semendi pecah di hantam badai. Seluruh isi kapal tumpah ruah tenggelam di telan badai. Tak terkecuali mbah Semendi juga tenggelam di telan badai. Ikan mungsing di perintah sunan Gunung Jati untuk menyelamatkan cucunya yang malam itu tenggelam di utara Karanghitam. Mungsing cepat cari cucuku dan ingat jangan sampai terlambat seperti putraku Hasanudin. Ahirnya menemui ajal di tengah selat Sunda. Sunan Gunung Jati berbicara dengan mungsing yang ada di tengah lautan tak jauh dari lokasi tenggelamnya mbah Semendi. Ditelannya tubuh mbah Semendi yang mulai lunglai. Hingga empat puluh satu hari kemudian mbah Buntek mencari mungsing yang ada di tengah lautan yang menyelamatkan mbah Semendi berdiam di dalam rongga antara paru dan siripnya. Atas perintah guru sunan Gunung Jati. Mbah Buntek yang telah meninggal tertikam peluru Belanda setahun silam. Demi mendatangi panggilan sang guru yaitu sunan Gunung Jati. Bangkit dari dalam kubur dan hidup kembali.
Mungsing!! Dimana kau. Mbah Buntek sambil berjalan didalam perairan memanggil manggil ikan mungsing. Empat puluh satu malam di temukan di tengah lautan. Mondar mandir mungsing menuju arah dengar panggilan mbah Buntek namun terhalang gelap sunyi lautan. Hingga petak umpet berhari hari sampailah di hitungan empat puluh satu malam mungsing di ajak menepi. Di pantai Plala-an mbah Semendi menjumpai takdirnya. Masih hidup setelah di muntahkan mungsing. Tubuhnya lemas dan lunglai, baunya amis khas pelasan hati mungsing. Mbah Semendi kemudian menetap di Plala-an menikahi perempuan Plala-an
Suel lalu matur pada Gus bila sapi yang satunya itu telah laku dan sisa untungnya di belikan sapi jantan setelah powel giginya akan di sembelih untuk korban pada bulan korban. Kira kira bagaimana Gus. Suel tanya sama Gus. Baik, jawab Gus singkat. Begini suel kalau sapi peruntukannya cukup untuk tujuh orang. Suel manggut manggut. Gus saya pingin tahu cerita seputar kurban. Begini Suel. Gus memulai cerita sembari meraih cangkir keramik putih yang berisi kopi Arabika tanpa gula. Darah yang mengalir dari leher hewan yang disembelih di jalan “anittabik ammillata ibrahima hanifa” . Di sembelih sebagai hewan kurban. Darah yang keluar akan terus mengalir membasahi bumi. Bumi akan menghantar darah hewan kurban itu mengalir menuju bukit tempat nabi Ibrahim halilulah melaksanakan ibadah menyembelih nabi Ismail sang putra.
Kalau tidak salah. Gus spontan menjawab. Benar. Dan Suel ketawa terpingkal pingkal. Ya memang kalau tidak salah ya benar. Gus sambil ketawa mengucap, diam! jangan ribut. Lalu suel membalas ingat! Jangan lupa. Ha haha. Tawa bahagia mengundang rahmat dari langit. Mau apa lagi suel. Hidup ngapain lewat jalan yang susah. Sabar ya sabar, kalau susah ngapain sabar. Makanya jangan asal mengucap sabar. Sebab pada sapi nomor 153 di sana tuhan mengajari aku. Beruntung Suel aku dikenalkan ayah sama dua orang bernama kembar. Jalaludin As-Suyuti dan Jalaludin Al-Mahalli. Dia menyuratiku pada lembar lembar kitabnya dia mengatakan. Gus sabar itu urusan aherat. Gus hanya bisa mengucap ow. Untuk ketaatan dan marabahaya dengannya dengan sembahyang. Sebab sejatine karomah iku Istikomah. Sejatine Istikomah iku ambekan. Sejatine ambekan iku Allah Allah didalam tarikan nafas. Jadi zikir sir Gus. Iya. Beat menggurukan zikir Gus. Iya. Tarekat Gus. Iya. Begitu ya Gus. Iya. Arrumuz 6824. (***).