Oleh : Pendik, Wartawan Kabarpas.com Banyuwangi
(Kabarpas.com) – TANGKI pertalite di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Laban Asem, Banyuwangi, Jawa Timur, siang itu lebih banyak menganggur. Bahkan, dalam waktu lima belas menit, hanya satu sepeda motor yang membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan RON-90.
Kondisi itu jauh berbeda dengan di tangki sebelahnya yang berisi premium. Tampak antrian sepeda motor dan mobil nyaris tak pernah susut. Salah satu pengemudi Kijang yang turut antri, Isro Arif, mengatakan, selama ini selalu membeli premium karena lebih murah.
“Pakai premium jauh lebih irit mas. Makanya saya tetap pakai premium” kata Isro kepada Kabarpas.com. (30/11/2015).
Pertalite resmi diluncurkan pada 24 Juli 2015 lalu, dengan harga di Jawa Timur sebesar Rp 8.500 per liter. Harga tersebut lebih mahal dari harga Premium RON 88 sebesar Rp 7.400, dan harga Pertamax RON 92 Rp 9.400 per liter.
Di Banyuwangi, Jawa Timur, pertalite dijual per 8 September 2015. Di mana pada bulan pertama, uji coba pertalite berada di empat SPBU. Namun, di akhir November 2015 Pertamina telah memperluas penjualan pertalite ke 20 SPBU lainnya.
Mulanya, peluncuran pertalite diharapkan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap premium. Sebab pertalite yang memiliki RON lebih tinggi dari premium, dan memiliki harga lebih rendah dibandingkan pertamax.
Dengan RON yang lebih tinggi, pertalite membuat pembakaran pada mesin kendaraan lebih baik dibandingkan RON 88. Sehingga pertalite lebih irit dan membuat tarikan mesin lebih ringan.
Keunggulan pertalite diakui oleh pengguna sepeda motor, Abdul Ghofur. Ia mengaku, dengan menggunakan pertalite membuat tarikan mesinnya jauh lebih enteng
“Pertalite memang lebih irit dan tarikan mesinnya juga lebih enteng,” katanya, saat membeli premium di SPBU Kedayunan.
Meski lebih unggul pertalite, ketergantungan masyarakat terhadap premium masih cukup tinggi. Wakil Kepala SPBU Laban Asem, Kecamatan Kabat, Candra, mengatakan, dalam sehari, hanya 400 liter pertalite dan 900 liter pertamax yang terjual. “Beda jauh dengan premium yang laku hingga 3 ribu liter sehari,” imbuhnya.
Kondisi yang sama juga terjadi di SPBU Kedayunan. Menurut salah seorang pengawas di SPBU tersebut, Junaiyah mengatakan, pertalite menjadi komoditas terendah dibandingkan bahan bakar minyak lainnya.
Dalam sehari, pertalite hanya terjual 1.289 liter, pertamax 1.709 liter dan premium 9.054 liter. “Kondisi ini beda dengan premium yang bisa laku sembilan kali lipat,” kata Junaiyah.
Junaiyah menduga, penjualan pertalite rendah karena masyarakat sudah terbiasa membeli premium. Termasuk para pemilik kendaraan roda empat. Apalagi harga premium lebih murah dibandingkan pertalite.
Imam, salah satu pengendara mobil, mengatakan, mengkonsumsi bensin sejak memiliki mobil lima tahun silam. Dengan pembelian premium Rp 100 ribu, Imam bisa mengendarai mobilnya selama sepekan. “Dari dulu ya pakai premium, karena lebih murah,” ucapnya.
Sementara itu, Assistant Manager External Relations Pertamina Marketing Operation Region V, Heppy Wulansari mengatakan, konsumsi premium tahun 2015 turun 12 persen dibandingkan setahun sebelumnya. Bila pada 2014, konsumsi premium sebesar 11.314 kiloliter per bulan, saat ini turun menjadi 10.504 kiloliter per bulan.
Namun, menurut Heppy, penurunan konsumsi premium itu disebabkan oleh berbagai faktor. Selain kehadiran pertalite, pembelian premium turun karena pertumbuhan ekonomi juga anjlok sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat.
Selain itu Heppy membeberkan, bahwa rata-rata konsumsi pertalite di 20 SPBU se-Banyuwangi mencapai 15 ribu liter per hari. Sedangkan terkait masih rendahnya konsumsi pertalite, Heppy menyebut hal itu karena pertalite masih tergolong baru.
“Bulan depan (Desember.red), kami targetkan seluruh SPBU di Banyuwangi menjual pertalite,” katanya saat dihubungi Kabarpas.com melalui sambungan seluler. (***/sym).