Jakarta, Kabarpas.com – Di tengah konflik Kowani, akun Facebook aktivis perempuan Susianah Affandy hilang setelah posting situasi organisasi federasi perempuan tertua di Indonesia tersebut. Penelusuran tim media, salah satu postingan Ketua Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Periode 2019-2024 sebelum akunnya hilang adalah tentang peringatannya agar para pihak memiliki atensi terhadap penyelesaian konflik.
Sosok yang dikenal sebagai penggerak masyarakat ini bahkan mengingatkan cuplikan sejarah masa silam yakni pemberontakan Kudeta Kerajaan Kertajaya yang memunculkan Ken Arok dan berdirinya kerajaan SIngosari. Susianah juga mengkisahkan kembali tentang munculnya Kebo Ndanu dalam konflik Kerajaan Demak.
Dihubungi melalui pesan singkat whatsApp, Susianah menyatakan prihatin dengan kondisi konflik internal dalam tubuh organisasi perempuan terbesar di Indonesia dan bahkan di dunia. Ia menyatakan bahwa pihaknya banyak dihubungi oleh Pimpinan Organisasi Anggota Kowani terkait kondisi konflik yang memiliki dampak lumpuhnya kepengurusan.
“Kami banyak mendengar bukan dari pihak yang berkonflik tapi dari organisasi anggota. Mereka (Organisasi perempuan) punya kepanjang tanganan di dalam organisasi Kowani yakni masing-masing 3 orang menjadi pengurus Kowani. Jadi kira-kira ada 250 sampai 320-an orang utusan organisasi menjadi pengurus Kowani. Nah ini yang sekarang terdampak konflik. Kepengurusan lengkap bubar seiring dengan bubarnya 19 Dewan Pimpinan hasil Kongres,” ujar Susianah.
Sosok yang pernah bekerja sebagai Konsultan UNDP dan USAID ini menyesalkan ada pihak-pihak diluar Dewan Pimpinan yang memberikan pemahaman salah kaprah kepada Ketua Umum terkait pemilik mandate Kowani.
“Yang dimaksud pemilik mandate adalah organisasi anggota, hal itu benar sesuai AD/ART. Namun dalam implementasinya, selama ini kegiatan Kowani hanya dengan mengundang Organisasi anggota sebagai peserta, dan mengabaikan pengurus lengkap (250 orang) tentu tidak dibenarkan. Apalagi Kowani memegang asas kepemimpinan kolektif kolegial,” tandasnya.
“Organisasi Perempuan selama ini harmoni. Dalam kepemimpinan, tentu perbedaan pendapat adalah kekayaan dan keberagaman yang harus dikelola untuk mendukung roda kepemimpinan organisasi. Keberagaman adalah given, tidak bisa ditolak karena di sanalah Kowani berdiri,” sambung Susianah.
Kini di saat Kowani hanya menyisakan 4 Dewan Pimpinan (hasil Kongres), peraih Kartini Next Generation Award Tahun 2014 dari Kominfo dan KPP-PA ini berharap agar para pihak yang berkonflik segera melakukan musyawarah untuk mencari jalan keluar terbaik.
“Jangan sampai sejarah masa silam terulang. Babad Tanah Jawa punya kisah munculnya Kebo Ndanu yang membuat ontran-ontran di istana Demak setelah semua prajurit gagal dan akhirnya naiklah Joko Tingkir menjadi Raja. Juga kisah ketidak puasan rakyat atas kepemimpinan Raja Kertajaya memunculkan Kudeta Ken Arok. Segeralah musyawarah para pihak yang berkonflik. Malu di tonton banyak orang,” tukas Susianah. (rls/ian).



















