Probolinggo, Kabarpas.com – Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Kabupaten Probolinggo menggelar sosialisasi dan diskusi terfokus Unit Layanan Disabilitas Ketenagakerjaan (ULDK) bersama HRD (Human Resource Development) perusahaan dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di ruang pertemuan Jabung 2 Kantor Bupati Probolinggo.
Kegiatan ini diikuti oleh 53 orang peserta terdiri dari OPD terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo, Organisasi Penyandang Disabilitas (OPDis) dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) serta HRD Perusahaan. Sebagai narasumber berasal dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Probolinggo dan HRD Perusahaan.
Dalam kesempatan tersebut juga dilakukan diskusi terfokus antara para penyandang disabilitas dengan para HRD Perusahaan dan OPD terkait yang ada di lingkungan Pemkab Probolinggo.
Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja, Ketransmigrasian dan Perluasan Kesempatan Kerja Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Probolinggo Akhmad mengatakan saat ini sudah ada Surat Keputusan (SK) terbentuknya ULDK pada tanggal 28 Nopember 2023.
“Hal ini dilakukan untuk menindaklanjuti Amanah dari Permenaker Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Unit Layanan Disabilitas Bidang Ketenagakerjaan. Dimana untuk pemerintah itu 2% dan perusahaan 1% dari total karyawan,” katanya.
Akhmad berharap ke depan pihaknya dapat mensosialisasikan ULDK yang merupakan jembatan antara penyandang disabilitas dengan perusahaan atau dunia usaha. “Seperti kemarin PT Sampoerna itu kesulitan mencari teman-teman difabel untuk memenuhi kuota 1%. Tetapi sekarang sudah ada ULDK, sehingga Perusahaan bisa langsung ke ULDK terkait kebutuhan karyawan yang diinginkan baik administrasi maupun produksi,” jelasnya.
Sementara Ketua Pelaksana Program GESIT-Pertuni Kabupaten Probolinggo Arizky Perdana Kusuma menyampaikan kegiatan ini bertujuan untuk memberikan edukasi tugas pokok ULDK serta melakukan identifikasi praktek baik yang telah dilakukan pemerintah dan industri dalam rangka memberikan kesempatan dan peluang kerja bagi penyandang disabilitas.
“ULDK ini sudah mulai kita dampingi untuk bertemu dengan sektor industri dan pemerintah. Khususnya HRD (bagian personalia atau rekrutmen pegawai) kita undang untuk menyampaikan tentang tantangan-tantangan ketika teman-teman disabilitas itu akan mengakses dunia pekerjaan. Kemudian kira-kira apa yang perlu disesuaikan,” ujarnya.
Menurut Rizky, jadi memang tahapannya ini dikomunikasikan dulu dengan ULDK. Dalam hal ini adalah Disnaker untuk memfasilitasi kepada perusahaan bagaimana untuk kiranya disabilitas bisa bertemu dengan bagian personalia atau HRD.
“Berdasarkan informasi dari Disnaker, ada beberapa perusahaan yang mau menerima disabilitas. Dari 11 perusahaan yang kita undang mungkin sekitar 50% yang sudah menerima. Yang banyak ini dari PT Sampoerna sekitar 36 pekerja. Memang kalau dari industri itu aturannya 1% dari 100 pekerja harus ada 1 pegawai dari disabilitas,” terangnya.
Rizky menerangkan ketika disabilitas akan melamar pekerjaan ketika ada peluang lowongan kerja itu sudah terbentur dengan syarat sehat jasmani dan rohani. Harapannya yang dimaksud dengan sehat jasmani ini bisa diterjemahkan lebih luas lagi. Sebab kadang-kadang sehat jasmani dianggap tidak cacat dan tidak disabilitas, tetapi ini seharusnya sudah dilhilangkan. Sehat jasmani ini bukan berarti pada disabilitas tetapi pada penyakit.
“Selanjutnya berpenampilan baik dan menarik. Ini teman-teman disabilitas agak susah khususnya fisik yang memang secara looking itu kurang dan mungkin sebagian orang anggap itu tidak baik. Karena biasanya itu lowongan ada di front office di bagian depan. Kalau sudah tiba-tiba bertemu dengan disabilitas agak kurang enak. Ini mungkin bisa diterjemahkan lebih luas, lebih manusiawi lagi dan lebih fleksibel,” jelasnya.
Tentang aksesibilitas kelayakan di tempat kerja jelas Rizky, kalau di tempat kerja disabilitas menuju ke tempat kerja itu ada kemudahan aksesibilitas. Seperti bidang miring, informasi berupa braile, tidak berada di tempat yang susah dijangkau serta lingkungannya sudah tidak ada perundungan dan tidak ada kekerasan. Itu sudah bisa diterjemahkan lebih luas lagi.
“Saya rasa PT Sampoerna kemarin salah satu contohnya sudah bisa menerima dan memahamkan. Hal ini memang harus dimulai, kalau tidak dimulai maka tidak akan pernah tahu. Oleh karena itu kita undang HRD ini setidaknya mereka punya gambaran ketika mereka langsung ketemu dengan disabilitas. Ini loh teman-teman disabilitas yang butuh pekerjaan dan apa sih tantangan mereka,” tegasnya.
Rizky menerangkan sesuai dengan data yang diperoleh dari Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Probolinggo terdapat 7.641 penyandang disabilitas. Namun yang berada di usia produktif sebanyak 1.400-an berada usia kerja 17 hingga 18 tahun. Hanya saja yang baru bisa bekerja secara mandiri itu sedikit sekali, mungkin kurang dari 5% atau 2% dari yang 1.400 orang itu.
“Ketika kami melakukan asesmen dan sampling di beberapa kecamatan itu banyak yang bekerja, tetapi kurang manusiawi. Misalnya dikasih bayaran Rp 50.000 tapi per 2 minggu. Kemudian ada yang dikasih bayaran Rp 5.000 per hari atau kadang-kadang dia cuman diberi sedikit makanan atau sebagai upah dia untuk bekerja. Tentu sangat tidak manusia dan ini jatuhnya pada eksploitasi,” tambahnya.
Lebih lanjut Rizky mengharapkan dari ULDK ini nantinya bisa memfasilitasi peningkatan kapasitasnya disabilitas. Jadi kalau disabilitas yang belum punya keterampilan dan skill mungkin di bidangnya yang dibutuhkan oleh perusahaan itu bisa difasilitasi.
“Misalnya perusahaan butuh tenaga cleaning service. Jadi ULDK bisa mencarikan teman-teman difabel yang mampu secara motorik dan tidak terganggu mobilitasnya. Berarti teman-teman tuli yang visualnya tidak terganggu motoriknya dan tidak terganggu mobilitasnya dia bisa bekerja. Hal seperti ini yang perlu dikomunikasikan,” pungkasnya. (len/rie).