Reporter : Ali Mahfudz
Editor : Anis Natasya
Probolinggo, Kabarpas.com – Memasyarakatkan pendidikan dalam arti mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai arti pentingnya pendidikan dalam sendi-sendi kehidupan dan perlunya keterlibatan masyarakat dalam melalui proses pendidikan di era zaman ini.
Disadari atau tidak, hari ini sekolah sudah semakin menjauhkan peserta didik dari lingkungannya. Pendidikan, diimplikasi menjadi sebuah kegiatan formil yang prosedural, kaku dan eksklusif bernama sekolah.
“Logika industri lebih dominan di sekolah, ketimbang logika pendidikan sendiri. Sehingga, sekolah menjadi wadah yang merubah manusia menjadi asing di lingkungannya sendiri,” kata Penilik Diktara Kecamatan Besuk Massajo, Kamis (28/12/2017).
Kenyataan ini menunjukkan pada kita, bahwa pendidikan negeri ini tengah mengalami disorientasi. Tujuan pendidikan hakikatnya adalah untuk dapat memahami kondisi di sekitarnya dan melahirkan solusi untuk memperbaikinya.
“Akan tetapi, jika kemudian kenyataannya pendidikan malah membuat peserta didik menjadi eksklusif dan enggan membaur di masyarakat, saat itulah kita katakan bahwa pendidikan sudah gagal mencapai tujuannya,” jelas Massajo.
Dalam tataran konseptual, sekarang sedang diupayakan agar karakter menjadi fondasi dan ruh pendidikan nasional. Pembentukan karakter harus menjadi prioritas pada jenjang pendidikan dasar.
“Karakter yang kuat akan menjadi fondasi yang kokoh bagi peserta didik masa kini. Kemudian disempurnakan dengan penguasaan berbagai keterampilan hidup, vokasi dan profesi abad 21,” tegas Massajo.
Program penguatan pendidikan karakter dan gerakan literasi nasional diharapkan menjadi pintu masuk bergulirnya reformasi pendidikan, baik di lingkungan pusat maupun di lingkungan pemerintah daerah, satuan pendidikan bahkan di lingkungan masyarakat dan keluarga. “Sungguh ironis, jika kita temui kenyataan bahwa produk dari pendidikan malah memperjelas dan memperlebar kesenjangan hidup masyarakat,” terang Massajo.
Pendidikan dijadikan sebagai eskalator untuk meninggalkan kondisi kemiskinan. Saat berhasil lepas dari kondisi itu, mereka semakin jauh dari masyarakat kalangan bawah, tak menjadi solusi malah ikut menjadi penjajah bangsa sendiri. “Hal ini mencerminkan sebuah kondisi pendidikan yang kapitalistik,” tukas Massajo. (fudz/nis)