Menu

Mode Gelap
Wujudkan Mimpi Pebasket Muda Jatim, MPM Honda Jatim Gelar Honda DBL 2023 East Java Series Dukungan Mas Dion Maju Cabup Pasuruan 2024 Kian Masif

Cerpen ยท 24 Agu 2024

Robohnya Madin-madin Kami


Robohnya Madin-madin Kami Perbesar

Oleh: Haidar Hafeez

 

KABARPAS.COM – KAKEK ini cerpen robohnya surau kami di tulis Ali Akbar Navis sekira tahun enampuluhan. Kok gaya bahasanya masih milenial. Hasan menyodorkan cerpen robohnya surau kami kepada kakek. Kakek hanya tersenyum lega. Sebab sejak ketika itu, ketika cerpen itu baru di muat di koran ibu kota telah terkagum kagum dengan gaya penulisan AA Navis dalam bercerita. Sungguh masa ketika itu tiba tiba ada hadir di hati ini. Saat Hasan sang cucu memaksa kakek menziarahi ketika itu di ibukota menjelang gestapu. Detik detik tak lama lagi terjadi pembantaian para jenderal di ibu kota Jakarta oleh PKI. Hingga kemudian PKI di nasekh mansukh keberadaanya sebab hendak merebut kekuasaan negara. Sama dengan DI, TII juga di tumpas habis sebab ingin mendirikan negara di atas negara berdaulat republik Indonesia.

Hasan kamu tahu kritik AA Navis dalam cerpen robohnya surau kami. Hasan cuma terdiam. Begini Hasan. Kakek menceritakan kritik cerita cerpen robohnya surau kami. Hasan dengan hikmat menyimak ulasan kakek. Kata kakek. Pada cerpen robohnya surau kami AA Navis panjang lebar menceriterakan bila surau tua itu semakin keriput dan tak berdaya. Mana lagi marbutnya lelaki yang telah renta dan keriput dalam menjalani hidup. Metafora dari orang orang terdampar setelah terlempar jauh dari hiruk pikuk pesta pora penghasilan. Dan foya foya menikmati hasil. Beruntung pada usia senjanya menemukan tuhan dari halaman dan jeding kosong serta surau yang selalu kotor tak terawat sebab telah di tinggal penghuninya.

Angan angan Hasan telah memanas. Hasan hanya diam sambil menuang kopi yang sebenarnya tidak panas. Begini Hasan kata kakek. Hasan aku suatu ketika di sekira tahun duaribuan sekian membaca artikel koran ibu kota, penulisnya adalah Gus Dur. Dia membakar serta memanaskan semangatku menyingkap tabir moco qur’an angen angen sak maknane. Dalam tulisannya yang berjudul kesusasteraan pesantren telah mandek. Di kolom itu Gus Dur mengemukakan banyak alasan. Antara lain ada dua yang aku masih ingat. Kata kakek kepada Hasan. Pertama bahar bahar dalam nazam, telah mandek tidak tercipta lagi. Kedua tidak ada lagi cerpen kaum santri melebihi robohnya surau kami-nya AA Navis. Kenapa begitu kek. Sergah Hasan keheranan. Begini. Kakek sambil nyeruput kopi.
.
Di mana mana berdiri TPQ, Madin Madin banyak yang mulai roboh. Satu persatu ganti baju menjadi TPQ. Di kampung kampung Madin dan TPQ berebut sisa waktu yang di tinggalkan sekolah sekolah kurikulum nasional masuk pagi. Sisa sisa waktu itulah waktu resmi Madin dan TPQ. Madin dengan slogan moco Qur’an angen angen sak maknane, membaca Qur’an yang bittajwid semua berharakat dan membaca Qur’an binnahwi yang gundulan tanpa harakat. Angen angen dengan menggunakan irob Jawa serapan yang konon dari nahwu tata bahasa Arab. Atau sastra pesantren yang satu satunya di muka bumi nahwu diserap menjadi tata bahasa pesantren aliyas irob Jawa. Saat santri hendak membaca apa saja yang bertuliskan hijaiyah yang arab. Bukan hijaiyah yang Jawa atau pegon. Tetapi hijaiyah yang lahir dari alquran.

Sebab membaca Alquran ada dua jalan. Jalan pertama membaca Qur’an dengan menggunakan tajwid, tanda bacanya ada empat dommah fathah kasroh dan sukun seluruhnya kongkrit sebab harakat. jalan kedua membaca Qur’an dengan menggunakan nahwu atau membaca dengan menyebutkan tata bahasa Arab. Tanda bacanya ada dua yaitu, irob dan binak. Irob ada empat, rofak nasob jer dan jazem. rofak ada delapan, nasob ada delapan, jer ada tujuh. Di tambah fathah pada isim ghairu munshorif ada tigabelas dan jazem ada tiga. Seluruhnya untuk tanda baca irob berjumlah tigapuluh sembilan. Tanda baca kedua dari membaca qur’an menggunakan nahwu atau tata bahasa Arab adalah binak. Seluruhnya ada tujuh dan mengembang menjadi tigabelas. Genaplah tanda baca irob dan binak ada limapuluh dua tanda baca. Ketika hendak membaca Qur’an dengan menggunakan tata bahasa Arab limapuluh dua itu harus sudah siaga berjaga jaga barangkali barangkali.

Madin dengan qiroatul qur’an bin nahwinya banyak mengalami kurang di minati. Entahlah semakin kesini membaca kitab kuning istilah lain dari qiroatul qur’an bin nahwi semakin kurang menarik. Hingga qiroatul qur’an bittajwid menjadi solusi calon santri masuk TPQ dan calon wali santri untuk memasukan anaknya ke TPQ. Agar lekas bisa di lihat dan di dengar bacaan qurannya. Sungguh ini sebuah kemenangan dalam memikat santri untuk masuk TPQ. Walau sebenarnya TPQ lebih bermakna taman pendidikan. Otak siapa saja akan membayangkan bocah main perusutan dan petak umpet. Dan ternyata anak anak yang siang siang menerobos lelah dan ngantuk menuju bangku TPQ demi menuntaskan qiroatul qur’an bittajwidi adalah anak anak seusia SD dan SMP dan bahkan SMA. Oh begitu ya kek. Sudah kamu segera mandi lalu sembahyang lohor berjamaah bersama kakek di langgar. Saat azan dari corong masjid di desa sebelah telah memecah ke khusyu-an dan tumakninah Hasan menyimak cerita kakek.Arrumuz 17824. (***).

Artikel ini telah dibaca 31 kali

Baca Lainnya

PB IKA PMII Bakal Gelar FGD Nasional Bahas Ancaman Sentralisasi Pendidikan

10 Mei 2025 - 10:43

Berbunga Karena Berbagi

10 Mei 2025 - 10:34

Indonesia Siap Bangkit Hadapi Thailand di Laga Kedua AFC Women’s Futsal Championship 2025

9 Mei 2025 - 15:34

Pasukan TMMD Kodim 0824/Jember Bersama PLN Pasang Lampu PJU di Desa Plalangan

9 Mei 2025 - 14:47

Dapat Dana Rp 2,5 Triliun dari Bill Gates, Indonesia Gunakan untuk Apa Saja?

9 Mei 2025 - 13:25

PATAJI Rengganis Ramaikan Pameran dan Bursa Pusaka 2025

9 Mei 2025 - 13:20

Trending di Kabar Probolinggo