Jember, Kabarpas.com – Suasana rapat dengar pendapat (RDP) Komisi D DPRD Jember mendadak memanas ketika advokat Mohammad Husni Thamrin menyorot sikap tertutup Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Jember soal dugaan manipulasi klaim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di tiga rumah sakit, Kamis (6/11/2025).
Dalam forum resmi yang turut dihadiri sejumlah direktur rumah sakit dan aktivis masyarakat sipil itu, Thamrin mendesak BPJS Kesehatan mengungkap nominal pasti dari hasil temuan audit mereka. “Dalam rangka keterbukaan informasi publik, berapa jumlah fraud yang kemudian dikembalikan oleh pelaku? Ini supaya tidak menimbulkan kecurigaan publik,” tegasnya di ruang rapat DPRD Jember.
Thamrin menyebut, dari informasi yang ia peroleh, nilai penggelembungan klaim oleh oknum dokter spesialis ortopedi mencapai antara Rp35 miliar hingga Rp40 miliar. Ia menilai, publik berhak mengetahui besaran penyimpangan karena dana BPJS merupakan uang negara yang dikelola untuk kepentingan masyarakat.
Namun desakan itu dijawab hati-hati oleh Direktur BPJS Kesehatan Jember, Yessy Novita. Ia menolak menyebutkan angka dengan alasan terikat aturan internal dan kode etik. “Mohon maaf, kalau Bapak memerlukan data itu, bisa bersurat resmi ke kami. Nanti kami eskalasi dulu untuk pemberian data tersebut,” ujarnya. Yessy hanya menegaskan bahwa nilai manipulasi tidak sebesar yang beredar di luar.
Thamrin tak puas. Ia menilai sikap BPJS Kesehatan yang menutup-nutupi nominal justru memperkuat dugaan adanya kejanggalan dalam penanganan kasus tersebut. Ia mengingatkan, bila dana publik diselewengkan, maka hal itu termasuk ranah tindak pidana korupsi. “Persoalan ini bukan kecil. Uang BPJS adalah uang negara. Ketika terjadi penyimpangan terhadap uang negara, pasalnya sudah jelas,” tegasnya.
Ia pun membandingkan ketegasan BPJS terhadap masyarakat yang menunggak iuran. “Ketika masyarakat menunggak lebih dari Rp1 juta, BPJS memberi kuasa ke kejaksaan untuk menagih. Tapi ketika terjadi dugaan penyimpangan miliaran rupiah, kenapa justru senyap?” sindirnya.
Menurut informasi yang dihimpun, dugaan manipulasi klaim tersebut mencuat setelah BPJS Kesehatan memeriksa laporan klaim dari RSUD Balung, RS Siloam, dan RS Paru Jember. Pemeriksaan internal menemukan adanya ketidaksesuaian data tindakan medis yang melibatkan seorang dokter spesialis ortopedi.
Thamrin menduga, praktik tersebut tidak mungkin dilakukan sendirian. “Kalau satu orang, itu namanya nyopet. Ini sistemik. Tentu ada pihak lain yang ikut bermain,” katanya. Ia meminta DPRD Jember ikut mengawal kasus ini agar tidak berhenti pada pengembalian dana semata.
“Kalau benar uang negara diselewengkan, maka harus ada proses hukum. Saya terus berkoordinasi dengan kejaksaan agar kasus ini diungkap tuntas,” ujarnya.
Sorotan publik kini mengarah pada transparansi BPJS Kesehatan dan keseriusan lembaga penegak hukum dalam menindak dugaan manipulasi dana JKN yang bernilai besar tersebut. (dan/ian).



















