Oleh: Gus Haidar Hafeez, Sastrawan Pesantren dan Pendiri Arrumuz
KABARPAS.COM – PAGI itu darah membasahi sejadah subuh kiyai Abdul Jalil Sidogiri hingga lantai masjid Sidogiri. Di lantai tegel bermotif bunga itu darah segar mengalir deras berasal dari dada sebelah kanan kiyai Abdul Jalil yang koyak oleh timah panas pasukan Belanda. Belanda sebenarnya mengincar kiyai Saduloh yang sembahyang subuh berjamaah persis di belakang sang imam Kiyai Abdul Jalil. Saat pelor panas di muntahkan pasukan Belanda ternyata mengenai kiyai Abdul Jalil. Sepontan kiyai Saduloh tiarap dan menghilang dari situ. Kiyai Abdul Jalil tertikam dari belakang saat doa kunut sembahyang subuh tengah di kumandangkan dan diamini beberapa makmum santri dan pasukan pengawal kiyai Saduloh Sidogiri. Serupa sayidina Utsma saat ngimami subuh di tikam dari belakang oleh Abu Lukluk. Sama juga dengan sayidina Ali karomallohu wajhahu saat subuhan di tikam oleh Abdulah bin Muljam. Mengetahui sang imam Romo kiyai Abdul Jalil tertembak Belanda. Sepontan pasukan resolusi jihad yang bertugas mengawal kiyai Sadulah berhamburan mengejar serdadu Belanda. Kiyai Saduloh yang menjadi target operasi lolos dari peluru Belanda menyelinap dan lalu menghilang.
Sementara romo kiyai Abdul Jalil selesai salam kedua melihat ada banyak darah mengalir membasahi sejadahnya malah bertanya kepada santri yang menjadi makmum yang tidak membatalkan solatnya. Ini darah siapa tanya kiyai Abdul Jalil. Darah panjengan mengalir deras dari baju sebelah kanan. Begitu syahdunya pertemuan Romo kiyai Abdul Jalil dengan tuhan saat sembahyang. Sungguh kenikmatan tak tertandingi apapun hingga sakit dada terkoyak pelor panas Belanda tak terasa. Masih lebih besar berasa nikmat menjumpai tuhan dalam rekaat. Kiyai Abdul Jalil yang wira’i hendak mensucikan darah yang membasahi bajunya menuju sungai yang berada di sebelah selatan masjid pondok Sidogiri. Saat mensucikan diri di sungai itulah kiyai Abdul Jalil wafat sebab pendarahan berat.
Sidogiri menangis santri dan beberapa pasukan pengawal kiyai Sadulah turut wafat ketika berusaha menghabisi tentara Belanda yang memuntahkan peluru dan merobek tubuh kiyai Abdul Jalil Sidogiri. Pagi pagi sekira pukul lima santri dan orang orang kampung telah selesai mengebumikan jasad suci para suhadailah. Jasad suci para sahid marokah tidak butuh di mandikan. Langsung disolati di masjid pondok Sidogiri dan di kebumikan di makam keluarga belakang masjid. Sementara pasukan pengawal kiyai Saduloh dan beberapa santri Sidogiri yang gugur demi merah shang saka dwi warna. Di kebumikan di utara makam keluarga pondok pesantren Sidogiri.
Kiyai Saduloh dalam persebunyiannya menuju arah selatan untuk bergabung kembali ke kesatuannya di Malang selatan. Sesampai di sana kaget mendapati sahabatnya lebih dulu ada di malang. Tomo sejak kapan kamu di sini tanya kiyai Saduloh. Baru semingguan setelah Belanda benar benar hendak membasmi dan melucuti tentara Indonesia. Gila. Kata kiyai Saduloh. Benar benar kurang ajar. Berkedok orang baik padahal penjahat. Kita jangan tinggal diam. Seperti kata Mbah Hasyim Asy’ari mengingatkan santri yang telah siap untuk bertempur di Surabaya setelah latihan perang di Malang selatan. Yang semula di Sidogiri. Setelah ketahuan Belanda kemudian di pindah ke Malang selatan.
Segera ke Surabaya anak anak santri bila telah selesai latihan perang di Malang selatan. Kono arek arek ndang budal Suroboyo perintah mbah Hasyim Asy’ari kepada pada punggawa pasukan laskar laskar ada hizbulah, sabililah, hizbul waton, dan masih banyak yang lain. Arek Suroboyo mereka santri yang berduyun duyun memasuki Surabaya, menjadi sandi saat mereka saling bertemu di Surabaya. Arrumuz 81024. (***).