Tosari (Kabarpas.com) – Menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Baru saka 1937. Ribuan umat Hindu Tengger yang berada di lereng Gunung Bromo, merayakan tawur agung kesanga dengan mengarak puluhan ogoh-ogoh keliling desa.
“Ada 46 ogoh-ogoh yang diarak keliling desa dari tiga kecamatan, yakni Kecamatan Tosari, Puspo, dan Tutur,” ujar salah satu Dukun Pandita Suku Tengger asal Tosari, Eko Warnoto kepada Kabarpas.com, saat ditemui sebelum dilaksanakannya ritual upacara Nyepi, di sebuah lapangan yang ada di Desa/Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, Jumat (20/03/2015) sore.
Dijelaskannya, ogoh-ogoh merupakan simbol butha kala yang memiliki kekuatan negatif atau kekuatan alam yang merupakan perwujudan dari unsur alam yang terdiri dari air, api, cahaya, tanah, dan udara.
“Ogoh-ogoh ini hanyalah simbol perbuatan negatif yang nantinya akan dibakar oleh warga di desa mereka masing, dengan harapan untuk menghilangkan hal-hal yang negatif di desa mereka,” terangnya kepada Kabarpas.com.
Selai itu, ia juga mengatakan, bahwa dalam upacara Nyepi itu sendiri memiliki empat rangkaian, yakni melasti yang sudah diadakan Kamis (19/03/2015) kemarin, pecaruan atau tawur dan pengerupukan, nyepi, dan ngembak geni.
“Dalam perayaan nyepi atau catur brata nyepi terdiri dari amati geni yang berarti tidak menyalakan api, termasuk api amarah yang ada dalam diri manusia, lelanguan yang berarti tidak berfoya-foya atau mengadakan pesta,” ucapnya.
Selain itu, pati lelungan yang berarti tidak berpergian kemana pun, dan pati karya yang berarti tidak bekerja selama Hari Raya Nyepi yang jatuh pada hitungan tilem kesanga yang dipercayai merupakan hari penyucian dewa-dewa.
Sementara itu, pantauan Kabarpas.com di lokasi, 46 ogoh-ogoh dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menyeramkan tersebut, diarak keliling desa yang ada di lereng Gunung Bromo dengan diiringi tarian dan alat musik tradisional suku Tengger. (ajo/uje).