Menu

Mode Gelap
Wujudkan Mimpi Pebasket Muda Jatim, MPM Honda Jatim Gelar Honda DBL 2023 East Java Series Dukungan Mas Dion Maju Cabup Pasuruan 2024 Kian Masif

Kabar Terkini · 9 Okt 2023 05:19 WIB ·

Politik Uang & Dampaknya Bagi Kualitas PEMILU


Politik Uang & Dampaknya Bagi Kualitas PEMILU Perbesar

Oleh: Viki Hamzah, S.Pd. M.Kp

KABARPAS.COM – DARI aspek regulasi, sebenaranya tidak terlalu sulit menemukan dasar hukum bahwa politik uang itu melanggar larangan pemilu. Demikian pula sebaliknya, ada banyak argumentasi yang lazim dijadikan alasan oleh sebagian oknum, bahwa tindakan itu bukanlah pelanggaran Pemilu melainkan shodaqoh untuk membantu warga yang membutuhkan.

Namun pada hakikatnya politik uang merupakan tindakan yang merusak prinsip-prinsip dasar demokrasi, karena itu perlu diperkuat gagasan dan upaya membangun system melalui peraturan perundang-undangan bagaimana agar politik uang tidak melanda dunia perpolitikan Indonesia baik saat memilih pemimpin pemerintahan (presiden, gubernur, bupati/walikota maupun kepala desa) maupun para wakil rakyat (DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota). Secara umum, politik uang (money politic) diartikan sebagai upaya yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan tertentu, imbalan tersebut dapat berbentuk uang maupun barang tertentu yang dapat dinilai dengan uang.

Dalam Pemilu, politik uang dan partisipasi pemilih merupakan hal yang saling berkaitan, karena dengan politik uang seseorang dapat menggerakan pemilih atau masyarakat untuk berpartisipasi memilih calon tertentu.

Tentunya partisipasi yang muncul bukan karena kesukarelaan atau kesadaraan tapi merupakan mobilisasi massa. Huntington dan Nelson dalam bukunya “ partisipasi politik di Negara Berkembang’’ membedakan partisipasi politik menjadi dua, yaitu partisipasi yang bersifat otonom (autonomous participation atau self motion) yaitu partisipasi yang dilakukan atas kesadaran diri sendiri dan partisipasi yang dimobilisasi atau dikerahkan oleh pihak lain (mobilized participation) yaitu partisipasi yang dilakukan atas tekanan, manipulasi, paksaan dan desakan dari pihak lain.

Undang-Undang Pemilu (UU No. 7 Tahun 2017) tidak secara tegas mendefinisikan pengertian politik uang. Makna politik uang dalam UU Pemilu diformulasikan sebagai berikut yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 523: (1) Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000 (dua puluh empat juta rupiah).

(2) Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada Masa Tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada Pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp. 48.000.000 (empat puluh delapan juta rupiah).

(3) Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.36.000.000 (tiga puluh enam juta rupiah). Beranjak dari formulasi tersebut nampaknya, bahwa pengaturan tahapan yang rawan terjadi politik uang dibagi dalam 3 tahapan waktu, yaitu tahap kampanye, masa tenang, dan masa pemungutan suara, meskipun sesungguhnya ruang untuk melakukan politik uang dapat juga dilakukan di luar 3 waktu yang dilarang oleh undang-undang Pemilu tersebut

Sungguh sangat membahayakan bagi demokrasi dan pemilu saat sekarang maupun di masa yang akan datang jika kasus-kasus penggunaan politik uang tidak dapat dilawan dan diselesaikan secara tuntas (dihukum baik secara pidana karena sebagai bentuk tindak pidana dan secara administrasi dengan didiskualifikasi kepesertaannya).

Lantas apakah deklarasi anti politik uang berjalan dengan efektive?, Menurut pandangan saya. Kampanye anti politik uang lebih banyak bersifat deklarasi atau bersifat seremonial dan monumental saja, Padahal, kampanye anti politik uang lebih efektif dan efisien jika menggunakan programatik kampanye. Misalnya, konten atau isi kampanye anti politik uang, berdasarkan beragam segmentasi pemilih, gender, demograpi, atau pekerjaan. Sehingga isu yang disasar akan akan lebih tepat sasaran dan diharapkan memiliki daya manfaat besar bagi kepentingan demokrasi

Ketiadaan grand design kampanye anti politik uang juga menjadi faktor lain mengapa kasus seperti ini masih muncul di hajatan demokrasi. Masyarakat cenderung permisif terhadap politik uang, sehingga praktik seperti ini selalu subur dan menjadi kebiasaan karena faktor kebutuhan ekonomi yang mendesak sehingga masyarakat tidak perduli lagi dengan siapa dan apa visi-misi calon tersebut selama suaranya bisa dihargai untuk mencukupi kehidupanya sehari-hari, maka masyarakat tersebut akan rela menjual suaranya demi sejumlah uang tertentu.

Oleh karena itu penyelenggara pemilu dalam hal ini Bawaslu harus memiliki peta politik uang dari hulu ke hilir mulai dari mitigasi regulasi hingga merubah persepsi public akan bahayanya politik uang sehingga proses Pendidikan politik terhadap bagaimana mencegah dan penanganan praktik kotor ini bisa diantisipasi sedini mungkin. Tentunya setelah pemahaman dan pengetahuan publik terbentuk soal anti politik uang, maka fase pelibatan masyarakat dalam memerangi masalah tersebut akan terbentuk dengan alamiah. Dengan begitu, ruang gerak aktor-aktor pelaku penyebar politik uang menjadi sempit.

Pesona politik uang dalam pemilu sangat mudah terbaca, yang seolah-olah dalam kegiatan-kegiatan demokrasi menjadi sangat identik dengan uang, atau “terminologi” kedaulatan rakyat adalah perwujudan berdaulatnya uang dalam beragam kepentingannya.

Jika politik uang tetap merajalela disetiap hajatan pemilu, niscaya hanya calon yang memiliki modal besar serta tidak percaya diri yang berpotensi melakukan praktik tersebut. Berapapun besarnya jumlah dana yang dikeluarkan, keuntungan yang diperoleh tetap akan jauh lebih besar, Sebab pihak yang diuntungkan dalam praktik politik uang adalah pihak pemberi (caleg), karena dia akan memperoleh dukungan dan kekuasaan politik yang harganya tidak ternilai.

Politik uang berpotensi merendahkan martabat masyarakat sekaligus pembodohan terhadap masyarakat karena suara mereka hanya akan dinilai dengan bahan makanan atau uang yang sangat tidak sebanding dengan apa yang didapat oleh seorang calon tertentu setelah menduduki jabatan kelak.

Akibat adanya politik uang cita-cita demokrasi untuk menghadirkan pemimpin yang berkualitas dan mempunyai reputasi yang baik di tengah masyarakat akan sirna. Hal ini akan berujung pada sebuah kenyataan, bahwa orang yang akan menjadi pemimpin adalah orang yang mampu membeli suara rakyat, tanpa menilai apakah ia patut dan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Pada akhirnya politik uang akan berdampak pada kemunduran bagi bangsa karena tidak dipimpin oleh orang-orang yang memiliki kemampuan yang memadai.

Politik uang juga akan berdampak terhadap calon pemimpin itu sendiri yang apabila dia berhasil memperoleh kursi kepemimpinan karena politik uang sangat berpotensi menyalahgunakan jabatannya. Jika dikalkulasikan begitu banyak kasus-kasus korupsi yang terjadi karena pemimpin menyalahgunakan jabatan politiknya untuk kepentingan pribadi

Dampak politik uang terhadap kualitas pemilu sangatlah tidak menguntungkan. Kedaulatan rakyat menjadi bukan prioritas dan tergadaikan. Bahkan, menjadikan rakyat cenderung menilai negatif dari pelaksanaan pesta demokrasi, sebagian masyarakat sudah tidak percaya dengan proses pemilu sehingga mengakibatkan demokrasi menjadi tidak menghasilkan pemimpin yang berintegritas dan tujuan dari pemilu tidak tercapai. Hal ini terlihat dari banyak kasus korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah maupun elite di parlemen dan pemerintahan.

Akhirnya, kedaulatan bukan lagi berada di tangan rakyat, tapi berubah menjadi kedaulatan uang. Disatu sisi politik uang memberikan dampak yang signifikan terhadap kedaulatan hak politik individual, dimana hak politik seseorang dalam menentukan pilihan menjadi terabaikan karena pemilu tidak lagi menjadi sarana penyampaian aspirasi melainkan menjadi ajang balas budi, sehingga output yang dihasilkan jauh dari harapan dan kurang ideal. Oleh karenanya, semua pihak yang terlibat dalam pemilu baik peserta pemilu maupun penyelenggara pemilu harus dengan penuh kesadaran dan solid memerangi praktek politik uang yang sudah merebak ke semua sendi kehidupan masyarakat. (***).

Artikel ini telah dibaca 94 kali

Baca Lainnya

Breaking News! Ketua DPC Gerindra Orang Pertama yang Daftar Bacabup Pasuruan di PDI Perjuangan

30 April 2024 - 13:46 WIB

Ini Langkah Serius Pemkot Pasuruan Berantas Korupsi

30 April 2024 - 08:24 WIB

SaturdayRide dan Gathering Konsumen Honda CBR250RR

30 April 2024 - 07:43 WIB

M. Mas’ud Said, Direktur Pascasarjana Unisma Panen Tawaran Penasehat Akademik Internasional

30 April 2024 - 07:36 WIB

25 Tahun Setia Jadi Kader PKB, Mas Dion Optimis Dapat Rekom di Pilbup 2024

29 April 2024 - 18:48 WIB

Kopdar Perdana Komunitas Honda Stylo di MPM Riders Cafe

29 April 2024 - 13:38 WIB

Trending di Kabar Otomotif