Jember, Kabarpas.com – Tidak dieksekusinya Silfester Matutina, terpidana kasus fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, berbuntut gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Jaksa Agung bersama Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan kini didudukkan sebagai tergugat oleh penggugat Mohammad Husni Thamrin, advokat sekaligus aktivis asal Jember, Jawa Timur.
“Perkaranya sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht wan gewijsde) sejak 2019, namun Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sampai sekarang tidak juga mengeksekusi,” ungkapnya.
Gugatan tersebut telah diregister dengan nomor perkara 847/Pdt.G/2025/PN Jkt.Sel. Majelis hakim yang diketuai I Ketut Darpawan—hakim yang sebelumnya juga menangani permohonan Peninjauan Kembali (PK) Silfester—menunjuk Edward Agus sebagai mediator. Namun, agenda mediasi pada Senin (22/9) terpaksa ditunda lantaran mediator masih menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
“Walaupun pihaknya lengkap, tapi karena mediator sedang sidang, maka jadwal mediasi menunggu panggilan dari mediator,” jelas Thamrin seusai sidang.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), Mahkamah Agung telah memutus kasasi perkara Silferster Matutina melalui putusan Nomor: 287 K/Pid/2019 tanggal 20 Mei 2019 dengan vonis 1,6 tahun penjara. Putusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Putusan ini memperkuat vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang sebelumnya menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara.
Namun, hingga kini eksekusi putusan belum dilaksanakan. Kondisi tersebut, menurut Thamrin, mencederai kepastian hukum. “Tidak dilakukannya eksekusi mengakibatkan tidak ada kepastian hukum, bukan hanya bagi saya pribadi, tetapi juga merugikan seluruh rakyat Indonesia. Ini bisa menghancurkan sendi-sendi Indonesia sebagai negara hukum,” tegasnya.
Dalam gugatan yang diajukan melalui kuasa hukum D. Heru Nugroho dari Firma Hukum Dhen & Partners, Thamrin meminta majelis hakim menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. Ia juga menuntut kerugian materiil sebesar Rp4 (empat rupiah) serta meminta pengadilan memerintahkan kejaksaan segera mengeksekusi Silferster.
“Tidak dieksekusinya Silferster Matutina membuktikan bahwa penegakan hukum tebang pilih. Ini menjadi preseden buruk bagi negara hukum,” tambahnya.
Selain itu, Thamrin melalui kuasa tambahan Rudy Marjono dan Aditya Pratama dari RM and Partners Law Office, mengajukan tawaran perdamaian. Ia meminta kejaksaan segera memasukkan Silferster dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) serta melakukan pencekalan. “Kejaksaan berwenang, tapi muter-muter alasannya tidak mengeksekusi. Maka saya minta Silferster segera dicekal dan dimasukkan ke dalam DPO,” ujarnya.
Sidang lanjutan perkara ini akan menunggu agenda mediasi berikutnya dari mediator yang ditunjuk PN Jaksel. (dan/ian).