Oleh: Maulana Hasun, Wakil Bendahara PW Ansor Jawa Timur dan alumni Universitas Maarif Hasyim Latif (Umaha) Sidoarjo
KABARPAS.COM – PROVINSI Jawa Timur pada tahun 2023 terdiri dari 29 Kabupaten, 9 Kota, 666 Kecamatan, dan 8.494 Desa/Kelurahan. Jumlah ini berubah dibandingkan tahun sebelumnya karena pada bulan oktober 2023 terdapat Desa/ Kelurahan pemekaran di Kabupaten Pacitan dan penggabungan Desa/ Kelurahan di Kabupaten Sidoarjo dan Kota Surabaya. Kabupaten/ Kota dengan Kecamatan terbanyak adalah Kabupaten Malang dengan 33 Kecamatan. Sedangkan Kabupaten/ Kota yang memiliki jumlah Desa/ Kelurahan paling banyak adalah Kabupaten Lamongan dengan 474 Desa/Kelurahan.
Provinsi Jawa Timur pada tahun 2024 ada momentum demokrasi Pemilu dan Pilkada serantak, hasil Pemilu pada ranah legislatif sudah dilantik 120 Anggota DPRD periode 2024 s.d. 2029 dan sekarang sudah melakukan tugas, wewenang dan fungsinya. Hasil Pilkada Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota pada tahun 2024 sudah ditetapkan, meskipun di 17 daerah ada gugatan atas hasil Pilkada 2024 di Mahkamah Konstitusi yaitu hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan hasil pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dan Walikota dan Wakil Walikota di Bangkalan, Banyuwangi, Bondowoso, Gresik, Lamongan, Magetan, Kabupaten Malang, Nganjuk, Pamekasan, Ponorogo, Sampang, Sumenep, Tulungagung, Kota Blitar, Kota Malang dan Kota Probolinggo.
pada tanggal 20 Februari 2025 Presiden secara serentak melantik Gubenur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati terpilih, meskipun di Provinsi Jawa Timur masih tersisa 2 Bupati dan Wakil Bupati belum dilantik yaitu Pamekasan dan Magetan dikarenakan sidang pemeriksanaan lanjutan di Mahkamah Konstitusi. artinya momentum politik telah dilalui di tahun 2024 dan Pemerintahan daerah (Gubernur dan Wakil Gubernur dan DPRD) pada tahun 2025 s.d. 2028 akan bisa fokus melakukan pembangunan baik infrastruktur, ekonomi, sumber daya manusia dan bidang lainnya.
Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih akan melakukan penyusunan dan menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD tahun 2025 s.d. 2030, Pemerintah dalam penyusunan RPJMD akan mengunakan pendekatan teknokratik (kerangka berpikir ilmiah), partisipatif, politis (visi dan misi kepala daerah) dan atas-bawah dan bawah-atas. Selain itu Pemerintah daerah juga menyusun dan menetapan rencana pembangunan tahunan daerah yanng disebut recana kerja pemerintah daerah (RKPD) tahun 2025, dalam penyusunan RKPD ini mencakup beberapa hal, diantaranya:
- analisis gambaran umum kondisi Daerah;
- analisis rancangan kerangka ekonomi Daerah;
- analisis kapasitas riil keuangan Daerah;
- penelaahan rancangan awal Renja Perangkat Daerah;
- perumusan permasalahan pembangunan Daerah;
- penelaahan terhadap sasaran RPJMD;
- penelaahan terhadap arah kebijakan RPJMD;
- penelaahan terhadap kebijakan pemerintah pada RKP dan program strategis nasional;
- penelaahan pokok-pokok pikiran DPRD;
- perumusan prioritas pembangunan Daerah; dan
- perumusan rencana kerja program dan pendanaan.
Pemerintah dalam melakukan penyusunan pembangunan daerah berupa RKPD dan RPJMD, penyusunan tersebut melalui pendekatan partisipatif, pendekatan ini tidak lagi dipandang sebagai fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah tetapi justru sebagai hak masyarakat. Oleh sebab itu partisipatif atau partisipasi ini adalah hak mutlak masyarakat yang berisi kompleksitas permasalahan. Partisipasi Masyarakat umumnya mulai dari persoalan keseharian seperti lampu jalan yang tidak menyala, air PDAM yang tidak hidup, jalan rusak, drainase yang tersumbat, daerahnya banjir, bahkan sampai persoalah yang sifatnya keluarga atau persoalan pribadi, mulai dari modal usaha, lapangan pekerjaan, kesehatan, pendidikan, keluarga dan lain sebagainya.
Pemerintah dan DPRD dalam perumusan permasalahan di daerah sebagai salah satu indikator dalam penyusunan RKPD, indikator ini penting untuk dimaksimalkan dengan menggunkan pendekatan partisipasi masyarakat dan hasil penelitian ilmiah. Selain 2 hal tersebut, perlu banyak penggalian dari berbagai sumber permasalahan yang ada di daerah, ini untuk memperkaya referensi dalam merumusukan permasalahan dan menentukan skala prioritas permasalahan. Sumber permasalahan dapat digali dari: pengalaman pribadi, lanjutan atau perluasan penelitian, sumber kepustakaan: buku teks, jurnal, laporan penelitian, forum pertemuan ilmiah dan diskusi, observasi atau pengalaman langsung dalam praktek, Perubahan Paradigma dalam pendidikan, Fenomena Pendidikan dalam kelas, luar kelas dan di Masyarakat dan Deduksi dari teori.
Perumusan permasalahan Pembangunan Daerah ini dibagi dalam dua kelompok yakni permasalahan untuk penentuan prioritas dan sasaran Pembangunan Daerah dan permasalahan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah selama 5 tahun ke depan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang didasarkan pada kondisi objektif saat ini dan masa lalu dan diprediksi kedepan. Prediksi dilakukan terhadap indikator-indikator pembangunan yang bersifat makro baik ekonomi, politik, maupun sosial. Perspektif untuk lima tahun kedepan dijabarkan kedalam permasalahan pembangunan dan isu-isu strategis.
Pemerintah sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 1 ayat (12) menyatakan bahwa “Pemerintah Daerah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Penyerapan aspirasi masyarakat oleh Pemerintah melalui proses perencanaan pembangunan dan penyerapan aspirasi masyarakat oleh DPRD ada 2 (dua) tahap yaitu secara langsung dan tidak langsung atau dapat dikatakan secara formal ataupun informal (Utama & Roza, 2022).
Bagi Anggota DPRD Provinsi secara informal proses penyerapan dan penghimpunan aspirasi masyarakat dapat dilakukan setiap saat, karena mayoritas anggota DPRD berdomisili di daerah pemilihannya, oleh sebab itu ruang dan waktu untuk bertemu dengan konstituen sangatlah banyak, baik melalui kegiatan yang ada di kelurahan/desa, kegiatan ibadah di masjid, kegiatan gotong royong, kegiatan olahraga dan kegiatan rutinitas lainnya. Momentum tersebut tidak sedikit dimanfaatkan oleh masyarakat menyampaikan aspirasi kepada Anggota DPRD. Kebanyakan masyarakat memandang seorang anggota DPRD adalah tempat mengadukan banyak persoalan, disini sangat berlaku teori perwakilan, bahwa anggota DPRD adalah corongnya masyarakat dalam menyerap aspirasi konstituennya.
DPRD dalam menyusun perencanaan pembangunan daerah RKPD maupun RPJMD, memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD berdasarkan hasil reses/penjaringan aspirasi masyarakat sebagai bahan perumusan kegiatan, lokasi kegiatan dan kelompok sasaran yang selaras dengan pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang RPJMD. Selain itu DPRD sendiri mempunyai fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan, fungsi tersebut dijalankan sebagai representasi rakyat di daerah pilihanya atau umumnya di Kabupaten/Kota.
Praktiknya Pokir DPRD ini dimaknai sebagai bentuk pelaksanaan fungsi budgeting anggota DPRD. Hal ini terlaksana setelah anggota DPRD bersangkutan turun ke daerah pemilihan (DAPIL) dan menyerap aspirasi dan kebutuhan masyarakat di Dapilnya masing-masing. Sejauh ini, belum ada ketentuan teknis yang baku perihal Pokir tersebut. Banyak pendapat dan persepsi yang berkembang bahwa Pokir DPRD lebih mengarah kepada besaran dana aspirasi bukan kepada substansi dari kebijakan perencanaan pembangunan daerah yang berkesesuaian dengan RPJMD yang telah ditetapkan. Selain itu permasalah Pokir di atas, menurut subjektif Penulis Pokir yang dihasilkan oleh DPRD masih minim referensi terkait data permasalahan, permasalahanan diambil dari 1 atau 2 usulan Person yang sifatnya subjektif dan faktor kedekatan dengan DPRD serta daerah tersebut mendukung pemenangan DPRD waktu Pemilu.
Selain subtansi persoalan Pokir, permasalahan di Provinsi Jawa Timur berdasarkan data yang dikumpulkan, diantarannya yaitu: 40.33% Penduduk Miskin tidak memiliki jaminan kesehatan. Dan hasil survey Litbang Kompas terkait persoalan di Jawa Timur untuk segera diselesaikan diantaranya:
- Mengatasi pengangguran/menambah lapangan pekerjaaan
- Pembangunan infrastruktur (jalan, bendungan dsb)
- Mengatasi kemiskinan
- Memenuhi kebutuhuna hidup dasar warga (sandang, papan, pangan, air bersih dsb)
- Menjaga kestablitan harga sembako
- Pertanian/peternakan (irigasi/pupuk/harga hasil panen)
- Masalah pendidikan (zonasi/kurikulum/fasilitas/biaya)
- Menurunkan tingkat kriminalitas (pencurian, begal, rampok, klitih dsb)
- Masalah persolan lingkungan hidup (sampah, pencemaran, polusi)
- Bantuan yang tidak tepat sasaran
- Menjaga kerukunan masyarakat
Fungsi, Tugas dan Kewenangan DPRD Jawa Timur
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mendefinisikan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Secara lebih terperinci, DPRD sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perrwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kaupaten, dan Kota, memiliki peran dan tanggung jawab dalam mewujudkan efisiensi, efektivitas, produktivitas, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, melalui pelaksanaan hak, kewajiban, tugas, wewenang, dan fungsi DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
DPRD memiliki fungsi pembentukan peraturan daerah, anggaran, dan pengawasan. Untuk menjalankan fungsinya, DPRD memiliki tugas dan wewenang, yaitu:
- Membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah.
- Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang diajukan oleh kepala daerah.
- Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD.
- Mengusulkan
- Untuk DPRD Provinsi pengangkatan/pemberhentian Gubernur/Wakil Gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan/pemberhentian.
- Memilih wakil kepala daerah (Gubernur dan Wakil Gubernur) dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah.
- Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah.
- Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
- Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
- Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
- Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPRD, selanjutnya dilaksanakan oleh setiap Alat Kelengkapan DPRD sesuai dengan bidang masalahnya masing-masing. Sinergitas pelaksanaan tugas dan wewenang masing-masing alat kelengkapan DPRD, memegang kunci optimalisasi pelaksanaan kinerjanya. Alat kelengkapan di DPRD Kabupaten/Kota ini terdiri atas:
- pimpinan;
- Badan Musyawarah;
- komisi;
- Badan Legislasi Daerah;
- Badan Anggaran;
- Badan Kehormatan; dan
- alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna
selain tugas dan wewenang tersebut di atas, anggota DPRD juga memiliki hak interplasi, angket dan menyatakan pendapat, selain itu DPRD juga berhak mengajukan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, mengikuti orientasi dan pendalaman tugas, protokoler dan keuangan dan administratif.
Fungsi, tugas dan wewenang anggota DPRD ini digunakan dalam Pembangunan di daerah. Mereka tidak hanya membentuk peraturan daerah dan mengawasi anggaran, tetapi juga menyuarakan aspirasi masyarakat, mengambil keputusan strategis, dan mengawasi kinerja pemerintah daerah. Artinya DPRD berperan sebagai pilar utama dalam menciptakan pembangunan daerah yang berkelanjutan dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
50.83% Wajah Baru Anggota DPRD Jawa Timur
Sebagai anggota DPRD yang dipilih langsung oleh Masyarakat dalam Pemilu, membawa konsekuesi dengan mengakomodasi kepentingan bagi para pendukungnya atau daerah sebut saja kelurahan/desa yang menjadi basis suara, hal ini berkaitan dengan janji politik anggota DPRD waktu kampanye, selain itu juga untuk kepentingan politik ketika mencalonkan kembali pada Pemilu berikiutnya. Artinya Konstituen harus menjadi prioritas utama setelah anggota DPRD tersebut terpilih. Karena setelah terpilihnya menjadi anggota DPRD, disinilah saatnya memperjuangkan dan merealisasikan aspirasi masyarakat sebagaimana janji-janji politiknya pada saat kampanye berlangsung.
Kedudukan DPRD sebagai unsur pemerintahan daerah, memberikan pengaruh kepada kemampuannya dalam menjalankan tugas dan wewenang terkait dengan menerima, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Pada praktiknya, DPRD cenderung hanya menjalankan tugas untuk menerima dan menampung aspirasi saja, namun untuk menindaklanjuti dipercayakan kepada pemerintah daerah. Saluran tindak lanjut aspirasi masyarakat, belum secara maksimal digunakan oleh setiap alat kelengkapan DPRD dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya.
Selain itu pada proses perencanaan anggota DPRD tidak berbasis kepentingan daerah, dengan munculnya program/kegiatan yang kurang terencana secara baik, atau usulan program/kegiatan yang tidak tercantum dalam dokumen perencanaan sebelumnya. Hal ini dikuatirkan perencanaan program/kegiatan dan anggaran akan mengacu kepada kepentingan jangka pendek, bahkan kepentingan kelompok dan tidak mengacu kepada kepentingan visi daerah dalam RPJMD.
Pada Pemilu 2024 di Provinsi Jawa Timur dari 120 anggota DPRD periode 2024-2029 terdapat 61 anggota DPRD baru/wajah baru atau sekitar 50.83% dan 59 anggota DPRD wajah lama yang jadi kembali. Tentu silih bergantinya anggota DPRD ini dan banyaknya anggota DPRD yang baru, memunculkan problemnya bagi anggota yang baru akan kurang memahami secara utuh terkit perencanaan di daerah, kurang memahimi tugas, fungsi dan kewenangan sebagai anggota DPRD dan kurang memahami peraturan perundangan terkait otonomi daerah dan sektor-sektor lainnya. Kondisi ini bisa menyebabkan perbedaan persepsi antara pihak eksekutif dengan pihak legislatif dalam menyikapi berbagai permasalahan-permasalahan pemerintahan dan pembangunan yang ada di daerah.
Beragamnya tingkat keterampilan dan kapasitas sebagian besar anggota DPRD yang terpilih merupakan muka baru dengan latar belakang pendidikan, kemampuan, dan pengalaman yang berbedabeda, sehingga kurang pengalaman dalam menduduki jabatan mereka, sehingga mereka lemah dalam melaksanakan pembuatan konsep peraturan daerah yang baru, analisis anggaran, dan menjangkau konstituen mereka. Implikasinya bahwa rencana pembangunan daerah kurang rasional dan obyektif, kurang terpadu dan sinergi antar SKPD, dan antar SKPD dengan kementerian/lembaga, bahkan antar stakeholders (pihakpihak lain yang berkepentingan).
Selain hal tersebut di atas, aspirasi masyarakat yang nanti disampaikan dalam bentuk ide yang dikonkretkan dalam pokok-pokok pikiran (Pokir) juga masih lemah, karena Pokir ini banyak pendapat dan persepsi yang berkembang bahwa Pokir DPRD lebih mengarah kepada besaran dana aspirasi bukan kepada substansi dari kebijakan perencanaan pembangunan daerah yang berkesesuaian dengan RPJMD yang telah ditetapkan. Selain itu permasalah Pokir di atas, menurut subjektif Penulis Pokir yang dihasilkan oleh DPRD masih minim referensi terkait data permasalahan, permasalahanan diambil dari 1 atau 2 usulan Person yang sifatnya subjektif dan faktor kedekatan dengan DPRD serta daerah tersebut mendukung pemenangan DPRD waktu Pemilu.
Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan dan Pembangunan Daerah
Anggota DPRD yang mempunyai hak, tugas, wewenang, dan fungsi DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, posisi ini harus dimaksimalkan oleh anggota DPRD dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam pembangunan di daerah dalam konteks otonomi daerah. Selain itu anggota DPRD dipilih oleh masyarakat tentu punya fakktor kedekatan dengan masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, organisasi keagamaan dan organisasi kemasyarakatan lainnya serta memiliki jaringan politik melalui partai politiknya.
Implementasinya dari hal di atas, bagaimana anggota DPRD ini harus mampu menjaring aspirasi masyarakat dalam upaya mendekatkan penerapan kebijakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. ini bisa dilakukan oleh anggota DPRD secara formal melalui reses dan kunjungan kerja atau sidak, sedangkan secara informal dapat melalui blusukan ke daerah pemilihan ini dapat datang ke warung kopi, ke acara keagamaan, datang ke rumah warga dst. Kegiatan blusukkan yang dilakukan anggota dewan tidak lain hanyalah untuk menyerap aspirasi masyarakat yang ingin disampaikan. aspirasi yang diterima nantinya akan dijadikan pokok-pokok fikiran dewan.
Nah, dari hasil aspirasi masyarakat sebagai bahan bagi anggota DPRD untuk melakukan intervensi dalam penyusunan rencana pembangunan di daerah yang dijabarkan dalam program dan kegiatan atau bahkan dijadikan sebagai kebijakan (Perda dan produk hukum lainnya), melakukan koordinasi dengan SKPD dan melakukan koordinasi dengan kemitraan DPRD dan Kepala Daerah.
Implentasi Progaram dan Keterbatasan Anggaran APBD
Semua aspirasi yang disampaikan ke Masyrakat tidak semua bisa diakomodasi oleh anggota DPRD, hal ini karena keterbatasan alokasi anggaran atau APBD, selain itu anggota DPRD akan melakukan screening untuk menetukan prioritisasi isu strategis yang paling prioritas dan akan mempengaruhi rumusan misi, tujuan, sasaran, strategi dan arah kebijakan dalam lima tahun kedepan.
Tabel 1
Kriteria dan bobot kriteria dalam prioritisasi isu-isu strategi
No | Kriteria | Bobot |
1 | Memiliki pengaruh yang besar terhadap pencapaian sasaran pembangunan nasional | 20 |
2 | Merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah Daerah | 20 |
3 | Dapak yang ditimbulkannya terhadap daerah dan masyarakat besar | 25 |
4 | Memiliki daya ungkit yang signifikan terhadap pembangunan daerah | 20 |
5 | Mendesak untuk ditangani | 15 |
Total | 100 |
Selain itu di Provinsi Jawa Timur dari 120 anggota DPRD periode 2024-2029 terdapat 61 anggota DPRD baru/wajah baru atau sekitar 50.83%, artinya anggota baru ini masih butuh penguatan terkait tugas dan kewenangannya di daerah. Ini sejalan dengan pemikiran Ismanudin yaitu lemahnya kapasistas dari sebagian anggota DPRD di bidang pemerintahan.
DPRD adalah jabatan politik 5 tahun sekali dan akan dipilih kembali pada Pemilu berikutnya, maka anggota DPRD akan memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen didaerah pemilihannya, tujuannya agar dipilih kembali ketika mencalonkan Kembali sebagai anggota DPRD. Selain itu ada juga orang atau sekelompok Masyarakat (organisasi) memfungsikan anggota DPRD hanya untuk meminta dana dan sumbangan saja atau sebagai sumber pendanaan terus menerus yang tidak ada kepentingannya dengan Masyarakat dan Pembangunan di daerah.
Kesimpulan
Berdasarkan tulisan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal, diantaranya:
- Provinsi Jawa Timur akan menyusun RPJMD 2025-2030, maka dalam perumusan permasalahan, perumusan prioritas pembangunan dan perumusan rencana kerja program dan pendanaan di daerah harus dan wajib melibatkan partisipasi masyarakat, hasil kajian akademis, pokokk-pokok pikiran DPRD dan berbagai sumber permasalahan yang ada di daerah.
- 50.83% atau 61 anggota DPRD Provinsi Jawa Timur orang baru/ wajah baru, tentu ini menjadi kelemahan ditengah proses berjalannya penyusunan RPJMD, RKPD, APBD tahun 2025, ini harus ada percepatan untuk meningkatkan pengetahuan tentang tugas, wewenang dan fungsi DPRD serta materi lainnya. Hal ini untuk memaksimalkan dan menguatkan anggota DPRD dalam pembangunan di daerah.
- Anggota DPRD perlu menyerap banyak aspirasi masyarakat baik laporan, aduan, masukan dst baik dilakukan secara formal dan informal. Hasil aspirasi ini nanti sebagai bahan atau materi dalam merumuskan isu dan permasahan yang menjadi prioritas untuk disampaikan dan diusulkan dalam program dan kegiatan di daerah.
- Keterbatasan pendanaan di daerah menjadi faktor ancaman tidak semua aspirasi masyarakat bisa direalisasikan dalam bentuk program dan kegiatan, selain itu ada beban moral dan politis kepada konstituen didaerah pemilihannya, bagaimana merawat konstituen tersebut tujuannya agar dipilih kembali ketika mencalonkan Kembali sebagai anggota DPRD.
Rekomendasi
Berdasarkan tulisan kesimpulan di atas, Penulis merekomendasi beberapa hal, diantaranya:
- Penguatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di daerah, ini perlu didukung dengan keterbukaan informasi publik, hal ini terkait bagaimana kemudaan masyarakat dalam mengakses informasi publik, misalnya informasi draf peraturan daerah, draf RKPD, draf APBD, hasil kinerja pemerintah daerah dst. Tujuannya agar masyarakat memberikan masukan, tanggapan dan kritik yang positif dalam pembangunan di daerah.
- Perlu ada kemudahan akses bagi Masyarat dalam menyampaikan aspirasinya ke Anggota DPRD, sehingga masyarakat tidak perlu datang menemui anggota DPRD, mendatangi reses, datang ke kantor DPRD dan mendatangi kegiatan formal lainnya. Ini bisa direalisasikan dalam layanan berbasis teknologi informasi. Ini akan menjadi modal penting bagi anggota DPRD dalam merumuskan pokok-pokok pikiran untuk disampaikan dalam program dan kegiatan di daerah.
- DPRD perlu melakukan kolaborasi dengan stakeholder, hal ini untuk mengantisipasi keterbatasan pendanaan di daerah. Selain itu anggota DPRD perlu ada media komunikasi, informasi dan edukasi yang disampaikan ke konstituen atau masyarakat, hal ini agar terus terjalin komunikasi yang berkelanjutan. (***).