(Refleksi Hari Pahlawan)
Oleh: Abdur Rozaq
(Kabarpas.com) – NGOPI sama Gus Hasyim, memang ibarat bercengkrama bersama Ibnu Sina, Socrates atau Gus Dur. Apalagi warung Cak Suep yang terletak di pinggir kali, mengingatkan Cak Kape pada cerita Gus Mus yang suka ngopi sama Gus Dur di tepian sungai Nil saat kuliah di Mesir dulu. Hanya saja, di sini sungainya beda. Sungai di samping warung Cak Suep ini kotor oleh sampah, popok bayi, bangkai ayam bahkan beberapa kali ditemukan bayi dibuang entah oleh siapa.
Sore ini, saat Cak Kape sedang letih mencari pitenah, eh berita atawa ide tulisan, kebetulan Gus Hasyim sedang ngopi sama Wak Rupii, Wak Takrip, Cak Kosim dan lainnya. Entah bagaimana mulanya, setelah ngobrol ngalor-ngidul, Gus Hasyim tiba-tiba sudah bicara soal pahlawan.
“Menurut, sampeyan siapa sih pahlawan itu, Cak Kape?” katanya senyum-senyum penuh arti.
“Ya, orang yang berjasa terhadap komunitas atau golongannya,” jawab Cak Kape tanpa pikir panjang.
“Jawaban sampeyan sudah benar, tapi saya punya usul biar definisi pahlawan tidak terlalu sempit,” kata Gus Hasyim seraya menyeruput kopinya.
“Pahlawan, kalau menurut saya sangat luas pengertiannya. Bukan hanya orang yang berperang merebut kemerdekaan, memberantas kebodohan serta ketimpangan. Bahkan sampeyan, Wak Takrip, Wak Rupii dan Cak Somat pun adalah para pahlawan,” kata Gus Hasyim.
“Super hero, gus? Kastria Baja Hitam apa Ultraman?” jawab Cak Kape cengengesan.
“Lho, saya serius! Wak Takrip ini pahlawan karena sampai saat ini masih tekun mengolah sawah agar kita tidak banyak-banyak impor beras,” tegas Gus Hasyim.
Bagi masyarakat di desa setempat Wak Takrip adalah sosok pahlawan pangan, pelestari ladang persawahan yang tanpa henti dijual kepada pengembang perumahan, pemodal asing atau tuan tanah.
“Sampai saat ini kita masih bisa makan nasi, adalah karena para petani seperti Wak Takrip masih tekun mengolah sawah meski sistem irigasi dirusak limbah, pupuk dimahalkan dan harga gabah dimanipulasi tengkulak. Kita mestinya berdoa agar Wak Takrip dan para petani yang segenerasi dengan beliau diberi panjang umur dan kesehatan. Sebab jika beliau-beliau telah mangkat, tamatlah riwayat negeri agraris yang kita bangga-banggakan dulu,” lanjut Gus Hasyim.
Di hadapan Cak Kape Gus Hasyim kembali menegaskan bahwa Wak Rupii ini juga seorang pahlawan karena tak pernah membebankan hidup kepada negara. Menurutnya, Wak Rupii tak pernah menjadi ketua RT, apalagi anggota DPR. Itu artinya, selama hidup tidak pernah ngampung urip atau merepotkan negara.
Wak Rupii menghidupi diri dan keluarganya dengan keringat dan jerih payah sendiri sebagai tukang becak. Tidak pernah memakan gaji buta, tak pernah ngentit alias nyolong Dana Desa, jika sakit bayar sendiri, bahkan raskin, BLT, kartu sehat, kartu sosial dan karta-kartu ajaib lainnya, tak pernah beliau terima karena para pamong desa tak pernah mendata beliau sebagai penerima.
“Apalagi, Wak Rupii sangat taat membayar berbagai macam upeti, eh pajak. Jangankan pajang bumi dan bangunan, beli rokok eceran dan menyeruput kopi Cak Suep pun, secara tak langsung beliau membayar pajak. Jadi kesimpulannya, ini usul saya lho Cak Kape, pahlawan itu adalah setiap warga negara yang telah memberikan sumbangsih sesuai keahlian, kearifan serta kesetiaanya terhadap negara. Dan syarat utamanya, ia tak pernah merepotkan negara,” kata Gus Hasyim seraya menepuk-nepuk punggung Cak Kosim agar ndak ngamuk. (***).