Jember, Kabarpas.com – Mediasi antara Serikat Buruh Muda Bersatu (SBMB) dengan PT Fengyi Food Trading (FFT) yang difasilitasi Dinas Tenaga Kerja Jember dan Pengawas Disnakertrans Provinsi Jawa Timur lagi-lagi menemui jalan buntu.
Salah satu penyebabnya, FFT tidak setuju dengan permintaan SBMB yang menginginkan status hubungan kerja dihitung sejak distributor es krim Joyday itu beroperasi, tahun 2019.
Delapan dari 18 pekerja anggota SBMB mengklaim telah mengabdi sejak perusahaan itu berdiri.
Hal itu tidak bisa diterima oleh FFT yang menyatakan baru memegang kendali perusahaan pada tahun 2023. Sebelumnya, perusahaan es krim tersebut sudah berganti-ganti manajemen, salah satunya ada PT Tri Megah Lestari Abadi.
“Fengyi (FFT) akan mengakui status hubungan kerja mulai tahun 2023. Apabila ada pertanyaan hak-hal karyawan bagaimana? sudah jelas bahwa bukan tanggung jawab Fengyi,” ujar Frandy Tarigan, kuasa hukum FFT.
Alasan tersebut, jelas membuat para pekerja kecewa. Mereka merasa dikadali perusahaan yang hanya mau memeras keringat saja.
“Selama ini yang kami tahu, adalah kami bekerja di distributor es krim Joyday dan sejak perusahaan berdiri tetap seperti itu. Masalah pergantian peralihan manajemen, kami tidak tahu karena tidak dilibatkan. Kami cuma tahu kerja di Joyday,” ucap David.
“Terus pekerja yang sudah lama sejak awal berdiri dianggap apa kalau yang dihitung pas mulai 2023,” imbuhnya.
Dalam mediasi tersebut, SBMB juga melaporkan adanya pelanggaran oleh FFT yang merekrut pekerja baru untuk menggantikan peran dari pekerja yang mogok.
Sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan, hal ini tidak boleh dilakukan. Sebab, perusahaan hanya boleh mengganti job pekerja yang mogok dengan sisa pekerja yang ada atau yang masih aktif.
Menanggapi hal itu, Frandy mengatakan pihaknya mengambil keputusan mempekerjakan orang lain lantaran SBMB tidak mengkonfirmasi kapan aksi mogok kerja akan berakhir.
“Perusahaan menerima surat mogok kerja dari serikat tanggal 11 Juni, disitu termuat juga acara unjuk rasa dan lanjut mogok kerja pada 19 Juni. Di dalam surat itu tidak disertai kapan berakhirnya mogok kerja, hanya (berakhir) sampai terpenuhinya tuntutan.
Padahal di Pasal 140 ayat 2 termuat waktu, hari, tanggal, dan jam dimulainya kapan dan diakhiri kapan (mogok kerja),” ucap Frandy berdalih.
Adu argumen antara pekerja dan kuasa hukum FFT tidak menemukan titik temu.
SBMB kembali menyoroti langkah perusahaan dengan merekrut pekerja baru yang bertentangan dengan aturan.
Hairudin selaku Pengawas Disnakertrans Prov Jatim juga mengingatkan FFT bahwa tindakan mengganti pekerja yang mogok dengan pekerja lain adalah pelanggaran.
Namun, lagi-lagi FFT berkelit. Frandy menyebut, para pekerja baru sudah ada sejak awal Juni sebelum dimulainya mogok kerja.
Bukan dalam rangka mengganti pekerja yang mogok, tapi alasan kebutuhan perusahaan.
Frandy mengungkapkan, sejak awal Juni sudah mempersiapkan pekerja baru. Namun, ketika SBMB meminta kontrak kerja pegawai baru, FFT tidak bisa membuktikan bahwa rekrutan tersebut sudah ada sebelum aksi mogok kerja.
“Sebenarnya jumlah karyawan Fengyi ada 32, perusahaan sah-sah saj untuk menambah karyawan karena itu hak dari perusahaan. Dan penambahan bukan pada saat mogok kerja tapi mulai awal Juni,” kata Frandy.
Mediasi alot itu pun deadlock dan tidak menemukan solusi.
Pembina SBMB, Dwiagus Budianto mengaku geram dengan Disnaker Jember dan Pengawas Disnakertrans Jatim. Alih-alih bisa menemukan solusi atau menindak tegas pelanggaran, perwakilan pemerintah itu hanya mendengarkan argumen saja.
“Percuma ada Disnaker sama pengawas, mereka hanya oper sana oper sini dengarkan argumen. Sudah jelas-jelas ada pelanggaran, dan mereka tahu itu pelanggaran tapi tidak bisa ambil tindakan tegas,” ucapnya kesal.
Atas hasil mediasi ini, serikat buruh SBMB menyatakan tetap akan melanjutkan aksi mogok kerja sampai 11 Juli 2025. Apabila tuntutan dipenuhi sebelum tanggal tersebut, para pekerja siap bekerja kembali di FFT.
SBMB juga meminta agar FFT menghentikan kegiatan yang dilakukan pekerja rekrutmen baru. (dan/ian).