Menu

Mode Gelap
Wujudkan Mimpi Pebasket Muda Jatim, MPM Honda Jatim Gelar Honda DBL 2023 East Java Series Dukungan Mas Dion Maju Cabup Pasuruan 2024 Kian Masif

Pojokan · 4 Nov 2017 14:39 WIB ·

Mbah Ranu Minta Tumbal


Mbah Ranu Minta Tumbal Perbesar

Oleh: Abdur Rozaq, Cerpenis Pasuruan

PASURUAN (Kabarpas.com) – RUNTUHNYA girder jembatan tol Pasuruan-Probolinggo (Paspro) yang berlokasi di Desa Cukurgondang, Kecamatan Grati pada Minggu (29/10/2017) lalu, memang bukan masalah sepele. Sebab akibat musibah tersebut, seorang anak manusia telah berpulang ke hadirat Allah.

Belum lagi kerugian permanen yang ditanggung oleh keluarga korban. Istrinya menjadi janda, anaknya menjadi yatim. Trauma mendalam serta rasa kehilangan akan membekas entah sampai kapan. Kehilangan orang tercinta, apalagi jika ia merupakan tulang punggung keluarga, akan berdampak domino terhadap kehidupan keluarga korban.

Musibah kerja semacam ini harus dicegah agar tak dianggap sebagai hal biasa. Tak bijak jika kita hanya “menyalahkan” takdir, padahal profesionalitas kitalah yang sebenarnya masih harus dipertanyakan.

“Paling tidak, harus ada yang menganalisa keterkaitan musibah tersebut dengan kearifan kita dalam melaksanakan agenda pembangunan,” ujar Gus Hasyim di warung Cak Suep.

“Maksudnya, gus?” celetuk Cak Kape dengan nada kaget.

“Musibah ini kurang wajar, Cak Kape. Beberapa hari sebelum kejadian Wak Takrip sudah disomasi sama Mbah Ranu,” ujar Gus Hasyim, membuat Cak Kape makin merinding.

“Sepertinya Mbah Ranu tersinggung karena kita kurang sopan. Harusnya kita nuwun sewu dulu, meminta izin kepada Mbah Ranu karena kita akan ‘merusak’ tata kosmos, tata sosial serta budaya di wilayah beliau. Kita saja akan tersinggung kok, kalau ujug-ujug atau tiba-tiba ada yang merusak tata kelola keseimbangan alam di lingkungan kita,”

“Lho, pembangunan tol Paspro ini kan iktikad baik pemerintah untuk meningkatkan taraf ekonomi dan sosial masyarakat kita?” protes Cak Kape.

“He he he, kata siapa, wong jalan tolnya kita jual sama penanam modal? Sawah, kebun bahkan pemukiman rakyat kita gusur meski diberi ganti rugi. Lha nanti kalau jalan tol sudah beroperasi, saya khawatir ada banyak perubahan sosial kurang menguntungkan, karena akses jalan umum terhambat oleh fly over, irigasi pertanian terganggu dan tata ruang pemukiman menjadi kurang nyaman.”

“Jadi menurut Gus Hasyim, musibah ini akibat ketersinggungan Mbah Ranu, sang mbahu rekso Grati?” tanya Cak Suep ikut bertanya.

“Insya Allah begitu!” tegas Gus Hasyim.

“Wak Takrip berkali-kali disomasi secara ghaib sama Mbah Ranu. Yang menjadi masalah, Mbah Ranu tersinggung karena kita membangun dengan menggunakan filosofi pembangunan rayap. Di lain sisi kita membangun tol Paspro, di lain sisi kita semakin mempersempit sawah dan perkebunan yang berabad-abad menjadi mata pencaharian masyarakat,” lanjut Gus Hasyim.

“Owalah begitu ya Gus,?” jawab Cak Suep

“Orang tua kita dulu, kalau menggali tanah untuk membikin pondasi selalu mengadakan selamatan Jenang Abang alias bubur merah untuk menebus ‘kesalahan’ kita melukai bumi. Lha saat membangun tol, kita merusak banyak hal tapi tidak ada selamatan untuk mensedekahi apa yang telah kita rusak secara brutal itu. Jadi yaw ajar kalau Mbah Ranu tersinggung dan meminta semacam tebusan alias tumbal agar kita tidak pongah,” kata Gus Hasyim sembari langsung menutup pembicaraan. (***).

Artikel ini telah dibaca 24 kali

Baca Lainnya

Pemilih dalam Pemilu

14 Maret 2024 - 09:34 WIB

Prof Muhibin Zuhri: Teologi Kebhinnekaan Menjadi Pendekatan Alternatif untuk Jawab Problem Kemanusiaan

19 Desember 2023 - 20:29 WIB

Work Life Balance 

18 Desember 2023 - 12:55 WIB

Politik Uang & Dampaknya Bagi Kualitas PEMILU

9 Oktober 2023 - 05:19 WIB

Wisata Integritas Berbasis Ekonomi Hijau

31 Mei 2023 - 06:50 WIB

Semua Profesi Ada Resikonya…

15 Mei 2023 - 11:42 WIB

Trending di Pojokan