Jember, Kabarpas.com – Konflik keluarga yang sempat menghebohkan warga Desa Sukosari, Kecamatan Sukowono, Jember, kini diwarnai kabar duka. Jumlia (56), ibu yang sempat dilaporkan anak kandungnya sendiri ke polisi, meninggal dunia pada Rabu (8/10/2025) sore setelah sempat dirawat di RS DKT Jember selama empat hari.
Kabar duka ini dikonfirmasi oleh kuasa hukum keluarga, Moh. Husni Thamrin, yang sejak awal mendampingi Jumlia dan suaminya, Haji Arifin (50).
“Benar, ibu Jumlia sore kemarin meninggal di rumah sakit DKT Jember, setelah dirawat empat hari karena sakit,” ujar Thamrin saat dihubungi jurnalis Kabarpas biro Jember, Kamis (9/10/2025).
Menurut Thamrin, kondisi kesehatan Jumlia yang diketahui mengidap diabetes, terus menurun setelah dilaporkan anak kandungnya.
Kepergian Jumlia menambah babak baru dalam konflik rumah tangga yang semula hanya bermula dari urusan ternak sapi. Kasus ini menjadi perhatian publik karena memperlihatkan pertikaian tajam antara anak dan orang tua hingga berujung saling lapor ke polisi.
Perseteruan keluarga Sukosari bermula ketika Sofyatus Siamah, anak kandung Jumlia dari suami pertama, menitipkan dua ekor sapi kepada Arifin, suami baru ibunya, untuk dipelihara. Setelah sapi sembuh dari penyakit kuku dan mulut (PMK), hewan ternak itu dijual. Dari hasil penjualan Rp 9 juta, sebagian diserahkan kepada Sofyatus, sisanya untuk biaya pemeliharaan.
Namun, alih-alih selesai damai, persoalan berlanjut menjadi lapor-melapor.
Sofyatus melaporkan ibunya dan ayah tirinya ke Polsek Sukowono dengan tuduhan penipuan dan penggelapan empat ekor sapi jenis Limosin. Tak terima dengan tudingan itu, pasangan suami istri tersebut kemudian melaporkan balik Sofyatus dengan tuduhan pengerusakan rumah dan kandang sapi.
Menurut Arifin, teras rumah berbahan baja ringan senilai Rp 27 juta dan kandang sapi senilai Rp 4 juta dirusak pada awal September oleh seseorang bernama Alwi, yang disebutnya sebagai suruhan Sofyatus.
Kuasa hukum keluarga, Husni Thamrin menyebut meninggalnya Jumlia secara otomatis menggugurkan proses hukum terhadap almarhumah. Namun, proses terhadap Arifin sebagai pihak yang masih hidup tetap berlanjut.
“Secara hukum, bila salah satu terlapor meninggal dunia, maka perkara terhadapnya gugur. Tetapi perkara terhadap pihak yang masih hidup tetap berjalan,” jelas Thamrin.
Hingga kini, penyidik Polsek Sukowono masih memeriksa sejumlah saksi dari kedua belah pihak dan menelusuri bukti-bukti yang telah dikumpulkan. Kasus ini disebut telah memasuki tahap lanjutan pemeriksaan saksi pelapor dan terlapor.
Kisah keluarga Sukosari ini memantik keprihatinan publik karena memperlihatkan bagaimana persoalan ekonomi dan warisan ternak bisa menjalar menjadi konflik yang memutus tali darah.
Banyak warga sekitar mengaku tak menyangka hubungan ibu dan anak yang dulu dikenal akrab bisa berujung saling lapor.
Kini, setelah Jumlia berpulang, proses hukum masih akan bergulir tanpa dirinya. Sementara Haji Arifin harus melanjutkan perjuangan hukum seorang diri, sekaligus menanggung kehilangan istri yang selama ini selalu menemaninya menghadapi badai rumah tangga dan perkara hukum yang rumit.
Kematian Jumlia menutup satu bab dari kisah satu keluarga ini. Namun, bayang konflik keluarga Sukosari tampaknya masih akan terus bergulir, setidaknya hingga hukum menemukan titik penyelesaiannya. (dan/ian).