Jember, Kabarpas.com – Kasus dugaan asusila dan penipuan yang menimpa SQ, warga Kecamatan Sukorambi, Jember terus bergulir dan kini mendapat perhatian serius dari Inspektorat Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Surat pemanggilan terhadap SQ untuk dimintai keterangan ditandatangani langsung oleh Brigjen Pol. Yaved Duma Parembang, S.I.K., selaku Inspektur Bidang Investigasi Kementerian ATR/BPN, tertanggal 7 Oktober 2025.
“Suratnya tadi sudah diterima klien kami. Pemeriksaan ini untuk dimintai keterangan terkait apa yang dilakukan DUNG terhadap klien kami,” ujar M. Husni Thamrin, kuasa hukum SQ, Senin (13/10/2025).
Kasus ini bermula saat SQ mengenal DUNG seorang oknum pegawai BPN Bondowoso yang sebelumnya bertugas di Jember, melalui oknum notaris berinisial N di Jember. Saat itu, SQ tengah mengurus proses jual beli tanah yang akan ditingkatkan menjadi sertifikat melalui notaris tersebut.
Menurut Thamrin, notaris N meminta kliennya untuk menyerahkan uang muka sebesar Rp10 juta sebagai bagian dari total biaya penerbitan sertifikat yang disebut mencapai Rp30 juta.
“Klien saya disuruh menemui DUNG di kantor Desa Dukuhmencek untuk menyerahkan dokumen. Di situlah awal perkenalan mereka,” terangnya.
Dari pertemuan itu, sertifikat tanah SQ akhirnya benar-benar terbit. Namun, setelah dokumen tersebut berada di tangan SQ, DUNG mendatangi korban dan meminta kembali sertifikat itu, dengan alasan masih ada “tanggungan” di notaris.
“Padahal, sertifikat itu diterbitkan melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), yang seharusnya tidak dikenai biaya besar,” tegasnya.
Thamrin menjelaskan, biaya pengurusan sertifikat melalui PTSL seharusnya gratis, atau jika ada pungutan, nilainya tidak lebih dari Rp500 ribu.
“Dalam kasus ini, klien kami justru diminta Rp30 juta, yang baru dibayar Rp10 juta. Sisanya Rp20 juta sempat ditagih oleh notaris, tetapi tidak dibayar setelah klien kami tahu dari kepala desa bahwa program PTSL itu gratis,” jelasnya.
Selain dugaan penipuan dan penyalahgunaan jabatan, DUNG juga dilaporkan atas dugaan tindak asusila terhadap korban SQ, yang kini menjadi bagian dari proses investigasi oleh Inspektorat BPN.
Keterlibatan langsung Irjen Kementerian ATR/BPN dalam kasus ini menunjukkan bahwa lembaga tersebut memberi perhatian khusus terhadap dugaan pelanggaran etik dan hukum yang dilakukan oknum di lingkungan BPN.
“Ini menjadi langkah positif agar kasus seperti ini tidak mencoreng nama baik institusi dan bisa segera dituntaskan secara transparan,” tutur Thamrin.
Kasus SQ kini tidak hanya ditangani secara hukum di tingkat kepolisian dan pengadilan, tetapi juga diawasi langsung oleh internal kementerian.
Pihak kuasa hukum berharap proses pemeriksaan bisa mengungkap secara tuntas peran setiap pihak yang terlibat, baik dari unsur pegawai BPN maupun notaris yang diduga ikut bersekongkol. (dan/ian).