Menu

Mode Gelap
Wujudkan Mimpi Pebasket Muda Jatim, MPM Honda Jatim Gelar Honda DBL 2023 East Java Series Dukungan Mas Dion Maju Cabup Pasuruan 2024 Kian Masif

Cerpen · 27 Okt 2024 09:05 WIB ·

Gus Nasih Pasukan Badar


Gus Nasih Pasukan Badar Perbesar

Oleh: Gus Haidar Hafeez

 

KABARPAS.COM – TAK ada yang perlu di ceritakan apa lagi di umumkan. Ucap kiyai kepada santri. Memangnya kenapa yai. Sergah santri pada kiyai. Lha wong matahari sudah di ubun ubun. Ngapain pakai tanya sini tanya situ. Tentang santri adalah pembaca kitab suci. Tentang Muhamad tak lulus iqra. Hingga berkali kali Muhamad menjawab aku tidak bisa. Kata nabi kepada malaikat pembawa risalah Wahyu kepada nabi nabi. Aku memang tidak bisa membaca. Sekali lagi ucap nabi kepada malaikat saat didalam gua Hira.

Lalu kiyai melanjutkan kisahnya. Itulah Allah tuhanku yang keren abis. Kata kiyai kepada santri. Allah sengaja akan menunjukkan jawaban perihal Muhammad Al ummiyyi Muhammad yang buta huruf, tidak buta sastra. Dengan fakta tentang al-quran benar benar kalamnya. Al-quran yang tanpa suara juga tanpa huruf tak tertulis juga tak terekam alat perekam suara mana pun. Dengan buta huruf terjawablah bahwa alqur’an benar benar bukan pikiran atau juga bukan ucapan Muhamad sololohu alaihi wa salam. Sebab nyatanya Muhamad buta huruf tetapi Muhamad tidak buta sastra. Bila buta sastra tentulah Alquran selain bertele tele Alquran juga akan mudah dipalsukan. Oh begitu. Para santri terdiam dan manggut manggut mendengar ucapan kiyai.

Itulah kemudian Ali karomallohu wajhah. Orang paling dekat dengan nabi, juga orang paling tahu tentang nabi. Kemudian setelah semakin jauh dari masa hidup nabi menggagas membaca al-quran dengan menggunakan tajwid bertanda bacakan empat harakat. Tanda baca ini seluruhnya kongkrit. Lalu seiring dengan Islam semakin merambah jazirah jazirah jauh dari tanah lahir Islam. Ali kemudian menggagas membaca qur’an dengan menggunakan sastra bertata bahasakan nahwu. Tanda baca nahwu ada limapuluh dua tanda baca. Limapuluh dua ini terbagi dua. Pertama irob seluruhnya ada tigapuluh sembilan. Kedua tanda baca nahwu di namakan binak keseluruhan ada tigabelas. Para santri sebagian ada yang hanya mendengar dengan tumakninah. Ada juga yang menyimak sambil menulis apa yang perlu di tulis dari cerita kiyai.

Lalu kiyai melanjutkan ceritanya dengan mengatakan. Di tanah Jawa, nawu di serap menjadi irob Jawa atau sastra pesantren bertanda bacakan sama dengan nahwu, sebanyak dua macam. Yaitu irob dan binak yang kemudian membelah sel seperti amuba dari dua menjadi limapuluh dua tanda baca. Begini. Kata kiyai sambil menyulut kembali rokok kretek yang sudah sampai di ujung jari. Ketahuilah saat santri membaca apa saja yang berbahasa kan arab dan bertuliskan hijaiyah membacanya dengan angen angen sak maknane.

Seluruh alam pesantren penghuninya menomor satukan baca kitab suci. Tak terkecuali kiyai Hamid Pasuruan. Dia baca kitab suci sebagaimana pendahulunya. Membacanya dengan sastra pesantren. Membaca kitab suci dengan angen angen sak maknane. Sebuah cara membaca yang ada hanya di negeri ini negeri Jawa sebagaimana kata imam Tantowi di dalam al-jawahir fi ilmit tafsirnya. Dia katakan negeri ini negeri berlapis mukjizat. Belahan buminya tak setets pun tak teraliri mukjizat. Negeri nerimo ing pandum apa kalau bukan negeri lain sayakartum la-azidan nakum, walaing kafartum Inna azabi la sadid. Sebuah negeri berpenghunikan manusia manusia rahmat. Tak urusan dengan busuk sangka entah pada tuhan atau kepada sesama dan diri sendiri.

Romo kiyai Hamid Pasuruan saban hari mendaras kitab dengan angen angen sak maknane. Santri menyimak dan memaknai lafaz lafaz dalam koras koras kitab kuning. Sungguh kedamaian yang kemudian abadi terbungkus tradisi santri membaca apa saja bertuliskan hijaiyah. Dalam satu pagi ketika itu seperti ayah dapat cerita dari romo yai Hamid Pasuruan. Bila suatu ketika romo yai Hamid Pasuruan saat sedang ngaji di hadapan santri tiba tiba datang nabi Muhamad memanggil romo kiyai Hamid. Jasad Romo yai Hamid membelah. Satu masih tetap mengajar kitab kuning dan di pahanya tertidur Gus Nasih kecil. Sedang satu lagi menjumpai panggilan rasul. Hamid sini panggil nabi Muhamad kepada romo kiyai Hamid. Sepontan romo yai Hamid mendatangi panggilan nabi Muhamad. Lalu nabi Muhamad membawa romo yai Hamid ke suatu tempat. Dari atas bukit terlihat jelas ada pertempuran maha hebat. Itu yang di sebelah sana. Yang lari menghunus pedang. Romo yai Hamid mengamati dengan cermat sosok yang di tunjuk nabi Muhamad. Kamu mengenali siapa itu. Tanya nabi Muhamad kepada romo yai Hamid. Nasih. Nasih putraku wahai rasulku. Betul. Jawab nabi Muhamad. Nasih bersama yang lain aku ajak membantu pertempuran badar. Arrumuz 22 oktober 2024. (***).

Artikel ini telah dibaca 49 kali

Baca Lainnya

Mobil Ford Everest Ringsek Usai Ditabrak KA Tawang Alun di Pasuruan

7 November 2024 - 15:44 WIB

Tidak Boleh Ada Diskriminasi Gaji untuk Dosen dan Tenaga Pendukung Perguruan Tinggi

7 November 2024 - 12:51 WIB

Ahmad Baso: 3 Hal Rekomendasi Seminar HSN IAIN Madura dan PWNU Jawa Timur

7 November 2024 - 11:54 WIB

Forum Penyelamat Demokrasi Demo Bawaslu Kota Pasuruan

7 November 2024 - 07:29 WIB

Hasil Survei Elektabilitas, PKB Sebut Paslon MUDAH Ungguli Rubih

6 November 2024 - 13:27 WIB

KPU Mulai Sortir dan Lipat Surat Suara Pilkada 2024

6 November 2024 - 12:06 WIB

Trending di Kabar Probolinggo