Pandaan (Kabarpas.com) – Penyusunan Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) harus berprinsip dan bisa diterima dengan akal sehat. Hal itu sebagaimana dikatakan, Djoko Susilo, Mantan Duta Besar Indonesia untuk Swiss, yang menjadi salah satu narasumber dalam acara seminar sehari “Resolusi Politik Anggaran di Daerah” di Taman Chandra Wilwatikta Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Selasa (25/11/2014).
“Yang terpenting dalam penyusunan APBD ialah harus berprinsip dan juga logis,” kata Djoko Susilo dihadapan puluhan undangan yang hadir, dalam seminar yang diselenggarakan oleh Pusat Studi & Advokasi Kebijakan (Pusaka) tersebut.
Menurut Djoko di negara-negara maju, penyusunan anggaran dilakukan untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Pejabat negara maupun daerah, benar-benar menempatkan posisinya sebagai pelayan masyarakat.
“Ini bukanlah terlalu irit, tapi itu menunjukkan efisiensi dalam menjalankan tugas. Namun, kalau untuk pelayanan terhadap masyarakat, seperti mobil pemadam kebakaran, jumlahnya justru sangat banyak,” terang Djoko.
Disampaikan, semangat efisiensi itu harus dijadikan pedoman oleh pemerintahan di Indonesia, mulai dari pusat hingga daerah-daerah. Sehingga penyusunan serta penggunaan anggaran, benar-benar bisa diterima secara akal sehat.
Sementara itu, terkait efisiensi, Bupati Pasuruan, M Irsyad Yusuf, menyampaikan bahwa pihaknya sudah memulai dengan penggunaan kendaraan saat menjalankan tugasnya.
“Kami sudah memulainya, biasanya rombongan menggunakan banyak mobil hingga memanjang, saat ini cukup dengan dua mobil dengan kapasitas besar. Selain menghemat biaya dan mengurangi kemacetan lalu lintas, dari efisiensi anggaran dapat dialihkan untuk pelayanan masyarakat,” ucapnya.
Menurut Irsyad, terkait penyusunan dan penggunaan anggaran di daerah, paling penting harus transparan dan tidak dipolitisir. Sehingga penggunaan anggaran dapat fokus untuk kepentingan rakyat.
Dalam kesempatan yang sama, Dr Fadhilah Putra, pengamat kebijakan publik dari Universitas Brawijaya (UB) Malang, juga menyampaikan, bahwa anggaran untuk kepentingan eksekutif dengan masyarakat, seharusnya tidak memiliki jarak yang terlalu besar. Sehingga kepentingan-kepentingan masyarakat dapat terakomodir untuk peningkatan kesejahteraannya.
“Ada anggaran yang menarik dicermati, untuk meningkatkan pendapatan sekelompok nelayan dalam satu tahun menjadi Rp 550 juta. Tapi anggaran yang dibutuhkan untuk setiap kelompoknya justru mencapai Rp 2,2 miliar. Ini jelas ada jarak yang terlalu besar dan harus dipertanyakan,” urai Fadhilah. (ajo/sym).