Jakarta, Kabarpas.com – Untuk meningkatkan kompetensi Tri Dharma Perguruan Tinggi, Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) dibawah naungan Kementerian Agama RI melakukan program OASE (Overseas Academic Study Excursion) ke Malaysia dan Thailand.
Agenda internasionalisasi pendidikan Islam yang diikuti sembilan PTKIS dari berbagai daerah tersebut berlangsung pada 12 – 17 Juni 2025. Program ini menjadi tonggak penting dalam membangun diplomasi akademik lintas negara, terutama di kawasan Asia Tenggara.
Delegasi yang terdiri dari pimpinan, dosen, dan mahasiswa ini berasal dari Universitas Islam Depok, STAI Muhammadiyah Tulungagung, IAD Probolinggo, ITBKes Muhammadiyah Tulungagung, STIT Muhammadiyah Kediri, STIT Muhammadiyah Bojonegoro, STIT Muhammadiyah Ngawi, FAI Universitas Muhammadiyah Klaten, STIT Muhammadiyah Tanjung Redep-Kalimantan Timur, dan UNIRA Malang.
Program OASE 2025 menjadi bukti nyata keseriusan sembilan PTKIS dalam membangun diplomasi akademik dan internasionalisasi pendidikan Islam. Dalam satu rangkaian perjalanan yang padat dan penuh makna ini, para pimpinan, dosen, dan mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia mengukir capaian strategis melalui kerjasama dengan institusi pendidikan, sosial, dan keagamaan di kawasan ASEAN.
Langkah awal dimulai dari Universiti Sains Islam Malaysia (USIM) dengan penandatanganan Letter of Intent (LoI) yang akan ditindaklanjuti kedalam Memorandum of Understanding (MoU) dan Memorandum of Agrrement (MoA). Kolaborasi dengan USIM mencakup joint research, publikasi ilmiah, kuliah tamu, konferensi internasional, pertukaran mahasiswa, dan studi lanjut program doktoral.
Pada saat bersamaan, 39 mahasiswa dari delapan PTKIS mengikuti kelas digital animation class di Fakultas Kepemimpinan dan Kepengurusan, USIM. Mereka tidak hanya belajar teknis produksi animasi Islami, tetapi juga mengalami langsung integrasi teknologi dan nilai-nilai dakwah dalam konteks global.
Dari Malaysia, delegasi melanjutkan perjalanan ke Thailand dan melakukan serah terima mahasiswa peserta KKN dan PPL internasional di Al- Hidayah Foundation fo Education and Social Development, Songkhla, yang selama ini aktif dalam pendidikan Islam berbasis sosial. Mahasiswa PTKIS disebar ke sebelas sekolah di wilayah Yala, Pattani, Hatyai, Chana, dan Satun. Mereka berinteraksi langsung dengan komunitas muslim minoritas, mengajar, berdakwah, serta melakukan pengembangan masyarakat. Sementara itu, para pimpinan kampus menjajaki diplomasi akademik di Prince Songkhla University Wittayanusorn School, membuka potensi kerjasama dalam pengembangan kurikulum, PPL, magang, dan program pertukaran pelajar.
Perjalanan kembali ke Malaysia membawa rombongan pimpinan PTKIS ke Masjid Al-Ghufran di Kuala Lumpur, sebuah masjid percontohan yang terintegrasi dengan lembaga pendidikan, sosial, dan ekonomi. MoU dengan Masjid Al-Ghufran membuka kesempatan magang, KKN, dan PPL internasional dalam pengelolaan masjid berbasis manajemen modern.
Delegasi kemudian menginap di Institut Aminuddin Baki (IAB) Genting Highlands untuk merancang kerjasama pelatihan kepemimpinan dan manajemen pendidikan. Di puncak Genting Highlands, penandatanganan Certificate of Collaboration bertajuk “Smart Partnership on Leadership and Management” menandai komitmen penguatan tata kelola pendidikan Islam yang lebih profesional, inklusif, dan berwawasan internasional.
Perjalanan dilanjutkan ke Universiti Malaysia Pahang Al-Sultan Abdullah (UMPSA) yang menyambut delegasi dalam suasana akademik hangat dan terbuka. UMPSA membuka peluang kolaborasi dengan pusat-pusat unggulan risetnya, seperti Centre for Human Sciences and Technology Integration serta Centre of Excellence for Artificial Intelligence and Big Data. PTKIS juga diundang secara resmi sebagai peserta dan pembicara dalam 3rd International Conference on Human Science & Civilisation, sebuah forum internasional yang membahas kemanusiaan di era Artificial Intelligent (AI).
Di Universiti Islam Pahang Sultan Ahmad Shah (UnIPSAS), forum sharing session menjadi ruang temu intelektual antara akademisi Indonesia dan Malaysia. Presentasi penelitian dari kedua belah pihak membahas topik-topik strategis seperti Islamic Workplace Spirituality (IWS), efektivitas organisasi, dan tantangan pesantren dalam arus kebijakan dan perubahan teknologi. Forum ini menjadi titik balik penting dalam menyadarkan kembali pentingnya riset yang berdampak nyata bagi umat, serta perlunya membangun ekosistem kolaboratif dalam publikasi, workshop, dan pengembangan metode penelitian kontekstual Asia Tenggara.
Rangkaian diplomasi akademik ditutup dengan kunjungan ke Sekolah Menengah Islam Institut Qur’an Kuala Lumpur (SMI IQKL) dan Masjid Bandar Seri Putra. Di IQKL, selain menyaksikan atraksi budaya pencak silat gayung dan menjalin MoU, para pimpinan PTKIS mendiskusikan potensi kerjasama dalam pengembangan kurikulum, magang, dan KKN internasional. Sementara di Masjid Bandar Seri Putra, kolokium yang dibawakan oleh Prof. Riza Atiq Abdullah dari Universiti Kebangsaan Malaysia menegaskan kembali peran masjid sebagai pusat peradaban dan pendidikan umat. Gagasan tentang “Masjid Nabawi sebagai model pendidikan unggul” menjadi pengingat bahwa masjid harus kembali menjadi rumah besar umat yang mendidik secara holistik: akal, ruhani, dan sosial.
Selama kunjungan, para delegasi tidak hanya menandatangani dokumen kerjasama, tetapi juga menyaksikan langsung praktik-praktik terbaik pengelolaan pendidikan Islam dan komunitas Muslim lintas negara. Hasil diplomasi akademik mencerminkan arah baru PTKIS dalam menghadapi globalisasi: memperkuat KKN dan PPL internasional sebagai medium pembelajaran lintas budaya; menjalin riset bersama dan publikasi internasional; menginisiasi konferensi dan forum akademik global; serta membuka ruang pertukaran pelajar dan dosen sebagai strategi penguatan SDM.
Semua ini berada dalam bingkai besar peningkatan mutu institusi dan perluasan jejaring pendidikan Islam.
Kesuksesan OASE 2025 juga tidak terlepas dari semangat dan keterbukaan kolektif, kebersamaan, kolaborasi lintas institusi sembilan PTKIS yang terlibat untuk saling belajar. Inilah fondasi penting dalam membangun jejaring global yang berkelanjutan. Dengan seluruh pencapaian ini, OASE bukan lagi sekadar program kunjungan luar negeri, tetapi menjadi strategi jangka panjang internasionalisasi pendidikan Islam Indonesia. Ke depan, lebih banyak PTKIS diharapkan bergabung dalam jejaring ini. Dengan cara ini, PTKIS Indonesia bukan hanya menjadi bagian dari peta pendidikan global, tetapi juga aktor utama yang membentuk masa depan keilmuan Islam yang inklusif, kolaboratif, dan bermutu tinggi. (np/ian).