Oleh: Gus Haidar Hafeez
KABARPAS.COM – HAFEEZ masih berusia nakal bermain layang layang adu ayam dan gogo ikan di sungai tak jauh dari rumah. Wak Abah melihat nakal Hafeez mewajibkan Hafeez harus mondok. Tidak sekolah namun mondok yang jauh dari kota kelahiran agar Hafeez kecil tidak berani pulang. Berangkatlah Hafeez, Wak Abah dan kakek menuju Jombong walau semula hendak ke Kediri. Sesampai di Jombang yai Tain muda menerima kedatangan santri baru bernama Hafeez. Sejak saat itu Hafeez kecil resmilah menjadi santri yai Tain di pondok Njoso. Sebuah pesantren yang di dirikan oleh penyusun istighosah panjeneganipun Mbah yai Romly Njoso.
Saat masih duduk di bangku mualimin Hafeez tertegun membaca kisah Sayidina Ali karomallohu wajhahu. Kecerdasan dan ketaatan kepada nabi tak terhingga. Hingga kemudian di pilih tuhan untuk mempersunting Fatimah putri baginda rasul Muhamad solohu alaihi wasallam. Dan saat sepulang bertempur dari medan laga Sayidina Ali selalu di sambut bunda tercintanya dengan sanjungan dan panggilan dengan alam lakob Haidar. Namun demikian dalam hati Hafeez melihat makna Haidar sejatinya adalah anak singa tidak di kitab al-munjid yang ditulis oleh Louis Makluf al-katolikiyah di sana bahwa Haidar bukan anak singa tetapi adalah si singa itu. Terbersitlah dalam hati Hafeez yang masih berusia 16 tahun. Bila kelak aku punya anak lelaki akan aku namai Haidar sebagaimana di kitab al-munjid. Selain bermakna singa, kata haidar menurut Hafeez adalah akronim dari Hafeez, yata-alam, Darululum yai Tain Njoso.
Setibanya Hafeez di usia pernikahan usia ketika Hafeez di jodohkan mendapat Fuza menginjak duapuluh empat tahun. Dan Haidar sore itu lahir di balai kesehatan ibu dan anak bermerek Fatmawati di Jombang. Pada 29 september 1971 silam ketika Hafeez berusia 26 tahun. Hafeez tergopoh gopoh menggeber zundap 250 CC dari arah kota menuju Njoso kediaman yai Tain. Sesampai di rumah yai Tain, yai Tain tanpa menunggu apa yang hendak di ucap Hafeez. Dengan karomahnya yai Tain langsung menyambut kehadiran Hafeez dengan ucapan Muhamad beri nama Muhamad. Kok tahu ya kalau anakku laki laki. Gumam Hafeez dalam hati. Terus tambahannya kamu sudah punya nama untuk anak lelakimu. Hafeez tambah keheranan mendengar apa yang di ucapkan yai Tain. Sambil ngegas tipis tipis zundap sepanjang jalan utara pondok Njoso yang bersebelahan dengan rel kereta api. Dalam hati Hafeez mencari cari siapa nama anak lelakiku sebagaimana yang di ucapkan yai Tain.
Tiga hari kemudian Hafeez baru ingat bila pernah akan memberi nama dengan Haidar sebagai mana di kitab al-munjid. Dari rumah kasepuhan rumah mbah ibu Jah Romly dari kamar bersebelahan dengan ruang tengah biasa mbah ibu Jah menemui tamu yang datang menyemut sepanjang hari. Hafeez berjalan kaki melewati lompongan antara rumah yai Rifai dan rumah yai Tain. Sesampai di rumah yai Tain Hafeez langsung di sambut dengan perintah. Hafeez ya itu nama anak lelakimu di tambah nama kitabnya. Hafeez hanya bisa mengangguk lalu berpamitan pulang menuju kamar di sebelah ruang tamu mbah ibu Jah. Kok tahu ya kalau aku punya rencana nama Haidar yang aku ambil dari kitab al-munjid.
Fuza mana Haidar. Hafeez mencari Haidar yang tadi ketika akan berangkat sowan yai Tain masih ada di atas ranjang bayi bekas putra putra yai Romli. Kok sepulang sowan yai Tain tidak ada di ranjang bayi itu. Loh Haidar siapa tanya Fuza balik pada Hafeez. Anak kita. Jawab Hafeez. Bukannya Muhamad nama anak kita. Iya Muhamad Haidar al-munjidi. Di atas kereta DIY- SBY 29924. (***).
