Menu

Mode Gelap
Wujudkan Mimpi Pebasket Muda Jatim, MPM Honda Jatim Gelar Honda DBL 2023 East Java Series Dukungan Mas Dion Maju Cabup Pasuruan 2024 Kian Masif

Pojokan · 2 Jul 2017

Antara Tradisi Sungkeman dan Halal Bi Halal


Antara Tradisi Sungkeman dan Halal Bi Halal Perbesar

Oleh: Memey Mega

 

(Kabarpas.com) – TRADISI sungkeman yang masih terus mengakar di lingkungan masyarakat Indonesia, khususnya yang berlatar belakang etnis Jawa merupakan tradisi yang selama ini kerapkali melengkapi perayaan Idul Fitri, seperti bersalam-salaman sambil saling memaafkan dan halal bi halal.

Sungkeman sendiri berasal dari kata sungkem yang berarti bersimpuh atau duduk berjongkok sambil mencium tangan orang yang disungkemi. Biasanya sungkeman dilakukan oleh orang muda kepada orang yang lebih tua. Misalnya, oleh seorang anak kepada orangtua mereka.

Sungkeman dilakukan pada acara-acara seperti perkawinan, perpisahan, dan Lebaran. Terkadang ada juga yang melakukan di luar waktu-waktu itu tujuannya untuk meminta maaf atas perilaku kurang menyenangkan yang dilakukan dan juga untuk mengharapkan doa dari orang yang disungkemi.

Tradisi sungkeman yang dilaksanakan saat Lebaran memiliki sejarah tersendiri. Sedangkan sungkeman di luar Lebaran, sudah merupakan tradisi turun-temurun, sejak masyarakat dan kebudayaan Jawa itu ada.

Sungkeman saat Lebaran merupakan bagian dari tradisi halal bihalal, atau silaturahmi untuk saling memaafkan saat Lebaran, yang pada mulanya dikembangkan kraton-kraton Jawa. Konon tradisi sungkeman saat Lebaran bermula dari Solo. Tradisi ini berawal dari Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran.

Sungkeman massal pertama dilakukan di era KGPAA Mangkunegara I. Saat itu Mangkunegara I beserta seluruh abdi dalem berkumpul dan saling bermaafan setelah melakukan salat Ied. Pada tahap pertama yang melakukan sungkem para istri dan putra dalem. Pada tahap kedua baru para sentana dan abdi dalem.

Pada waktu yang hampir bersamaan, tradisi sungkeman juga dilaksanakan di lingkungan Kasunanan Surakarta dan kraton-kraton Jawa lainnya. Bentuk dan pelaksanaannya relatif baku. Semua yang terlibat mengenakan pakaian Jawa resmi. Antre secara tertib. Raja duduk di singgasana, dan yang melakukan sungkem duduk bersimpuh, melakukan sembah dan mengucapkan kalimat-kalimat tertentu yang sudah baku.

Di era republik, presiden-presiden, juga kepala-kepala daerah, yang berlatar belakang etnis Jawa, yang masih memiliki orangtua, juga melestarikan tradisi sungkeman saat Lebaran. Presiden beserta istri, anak menantu dan cucunya, sungkem kepada orang tuanya atau nenek dan kakeknya. Sungkeman ala pembesar ini biasanya dipublikasikan melalui media massa, seperti sungkeman Lebaran di kraton-kraton Jawa.

Suatu hal yang juga baku, pelaksanaan sungkeman ala Jawa, baik yang dilaksanakan para pembesar maupun warga masyarakat kebanyakan, umumnya sampai sekarang masih menggunakan Bahasa Jawa, yakni bahasa Jawa halus (krama inggil). Sungkeman akan dirasa kurang afdol kalau menggunakan bahasa selain Jawa.

Fenomena masih digunakannya Bahasa Jawa halus dalam pelaksanaan sungkeman saat Lebaran, di mana-mana, menunjukkan sesuatu yang positif karena bahasa yang digunakan adalah bahasa jawa inggil sehingga bisa membuat generasi muda terus mengingat bahasa jawa dan melestarikannya.

Sedangkan sejarah Halal bi Halal digagas oleh KH Abdul Wahab Chasbullah. Kala itu, di tahun 1948 atau tepatnya bulan suci Ramadan. KH Wahab dipanggil oleh Presiden Soekarno untuk datang ke Istana Negara untuk dimintai pendapat dan sarannya supaya dapat memberikan solusi mengatasi situasi politik Indonesia yang tidak sehat.

Kiai Wahab pun akhirnya memenuhi permintaan Bung Karno dan kemudian memberi saran kepada Bung Karno untuk menyelenggarakan Silaturrahim pada saat Hari Raya Idul Fitri.

Dari saran Kiai Wahab itulah, kemudian Bung Karno pada Hari Raya Idul Fitri mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara guna menghadiri silaturrahmi yang diberi sebutan ‘Halal bi Halal’. (***).

 

Artikel ini telah dibaca 39 kali

Baca Lainnya

Pidato Presiden Prabowo di Sidang PBB: Posisi Strategis Indonesia dalam Lingkaran Geopolitik Global

23 September 2025 - 07:19

Kebaikan Kecil, Dampak Besar

25 Agustus 2025 - 08:47

Belajar Berbagi dari Hujan

19 Agustus 2025 - 11:21

Kebenaran Tak Lagi Penting, Asal Komentarnya Banyak

29 Juli 2025 - 12:58

Menjadi Pahlawan Tanpa Jubah

14 Juni 2025 - 17:52

Bermain itu Fitrah Manusia

13 Juni 2025 - 09:47

Trending di Kabar Terkini