Jember, Kabarpas.com – Harapan warga Desa Jatian, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember untuk menikmati manfaat ekonomi dari program Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) tampaknya belum terwujud. Proyek pengembangan usaha cetak paving yang menelan anggaran sekitar Rp140 juta dari Dana Desa (DD) tahun 2023 kini justru tak menampakkan aktivitas berarti.
Di lokasi yang berada di Dusun Plalangan, bangunan pondok produksi memang berdiri. Namun suasananya sepi, tak ada tanda-tanda kegiatan ekonomi berlangsung. Mesin cetak paving yang semestinya menjadi sumber pendapatan baru bagi desa itu, hingga kini belum difungsikan.
“Alatnya ada, tapi mesinnya tidak ada. Sejak dipasang tahun lalu, belum pernah jalan,” ujar seorang warga setempat.
Informasi yang dihimpun menunjukkan, dana Bumdes tersebut telah dicairkan dan digunakan untuk pembelian peralatan serta pembangunan pondok paving. Namun, proses operasional terhenti di tengah jalan, dan warga mengaku belum pernah melihat produksi berjalan sejak awal proyek.
Ketua BUMDes tahun 2023 membenarkan bahwa usaha tersebut belum berjalan. Ia mengaku seluruh proses pembelanjaan berada di bawah kendali pemerintah desa.
“Dana Rp140 juta saya serahkan ke bendahara Bumdes, yang waktu itu dijabat istri Pak Kades. Saya tidak ikut mengelola langsung, semua diurus oleh Pak Kades,” ungkapnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.
Ketua BUMDes menambahkan, sempat ada persoalan pada mesin cetak yang disebut tidak cocok dengan sistem produksi, sehingga dikembalikan kepada pihak penyedia. Namun hingga kini belum ada kejelasan soal penggantian atau perbaikan alat tersebut.
Dihubungi terpisah, Kepala Desa Jatian menjelaskan bahwa peralatan paving belum dioperasikan karena masalah teknis, bukan karena penyalahgunaan dana.
“Mesinnya belum disetel karena listrik belum terpasang. Kemarin sempat dipasang, tapi dibuka kembali supaya tidak hilang. Kami masih menunggu dana penyewaan tanah kas desa untuk biaya listrik,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa pembelanjaan dilakukan oleh pengurus BUMDes, sementara dirinya hanya membantu proses administrasi.
Meski demikian, sebagian warga menilai lambatnya tindak lanjut membuat proyek tersebut terkesan mangkrak. Padahal, tujuan utama Dana Desa adalah menggerakkan perekonomian lokal, bukan menimbulkan kekecewaan dan ketidakpastian.
“Kami berharap pemerintah desa segera memberi penjelasan terbuka. Jangan sampai alat yang dibeli mahal itu jadi besi tua,” ujar warga lain yang enggan disebut namanya.
Kasus BUMDes Jatian menambah daftar persoalan pengelolaan Dana Desa di sejumlah daerah yang terkendala pada aspek manajemen dan transparansi. Pengamat tata kelola desa menilai, proyek seperti ini seharusnya diawasi lebih ketat agar tidak berhenti di tengah jalan.
Apalagi, pemerintah pusat telah berulang kali menegaskan bahwa setiap rupiah Dana Desa harus berdampak langsung pada masyarakat bukan sekadar program tanpa hasil.
Kini, masyarakat menanti langkah konkret pemerintah desa untuk memastikan agar investasi Rp140 juta dari uang rakyat itu tidak berakhir menjadi proyek mangkrak yang hanya menyisakan papan nama dan bangunan kosong. (dan/ian).


















