Jember, Kabarpas.com – Puger Kulon, dikenal sebagai salah satu wilayah tertua di pesisir selatan Jawa Timur. Desa tua yang sarat dengan kisah sejarah dan tradisi leluhur ini, diyakini sudah ada sebelum Kabupaten Jember terbentuk.
Kepala Desa Puger Kulon, Nurhasan menceritakan bahwa sejarah desa mereka dapat ditelusuri dari arsip kuno yang tersimpan di Arsip Nasional. “Nama Bukit Bulan, yang diyakini sebagai cikal bakal Desa Puger, sudah muncul dalam catatan tahun 1876,” ungkapnya.
Tak hanya itu, masih ada dokumen peninggalan Belanda bertahun 1911 berupa tanah RVO (Register Verponding Obligatie) yang menunjukkan bahwa wilayah Puger telah tercatat secara administratif sejak masa kolonial. Berdasarkan temuan itu, masyarakat dan tokoh desa kemudian bermusyawarah dan sepakat menetapkan 1876 sebagai tahun berdirinya Desa Puger Kulon.
Setiap tahun, masyarakat memperingati hari jadi desa dengan penuh kebanggaan. Puger Kulon, pada 2026 mendatang, siap merayakan momentum 150 tahun berdirinya desa dengan berbagai kegiatan budaya dan napak tilas sejarah.
Bicara tentang Puger, tak lengkap tanpa menyebut Petik Laut, ritual adat pesisir yang telah diwariskan turun-temurun sejak masa penjajahan Belanda.
Tradisi ini menjadi bentuk rasa syukur masyarakat kepada Tuhan atas hasil laut yang melimpah, sekaligus doa keselamatan bagi para nelayan.
“Petik Laut bukan hanya upacara adat, tapi juga simbol kebersamaan dan identitas masyarakat Puger,” tutur Nurhasan.
Menariknya, perayaan Petik Laut kerap digelar bersamaan dengan hari ulang tahun Desa Puger Kulon, menunjukkan betapa eratnya hubungan antara sejarah dan budaya di kawasan ini.
Puger Kulon memiliki masyarakat yang berasal dari berbagai latar belakang. Gelombang pertama penduduk datang dari Mataram (Yogyakarta), disusul oleh suku Bugis dan Mandar dari Sulawesi, lalu pendatang dari Madura yang menetap dan berbaur di pesisir ini.
Perpaduan berbagai etnis itu membentuk karakter masyarakat Puger yang ramah, religius, dan tangguh menghadapi kehidupan laut. Keberagaman ini kini menjadi kekuatan sosial dan budaya yang khas di kawasan pesisir selatan Jember.
Jejak Belanda dan Situs Bersejarah
Zaman penjajahan Belanda juga meninggalkan jejak penting di Puger. Dahulu, di sebelah timur pasar terdapat stasiun kereta api Puger, yang kini hanya tersisa dalam dokumentasi foto.
Selain itu, sejumlah tanah eks-PT KAI tengah diinventarisasi kembali oleh pihak terkait untuk memastikan statusnya.
Pemerintah Desa Puger Kulon bersama masyarakat juga aktif mengamankan prasasti dan artefak kuno yang ditemukan di sekitar pantai. Sebagian sudah disimpan di Balai Desa Puger Kulon sebagai bentuk pelestarian sejarah lokal.
“Kondisi pantai yang terus berubah membuat banyak benda bersejarah terkubur. Tapi kami berusaha menyelamatkannya agar bisa menjadi warisan bagi generasi mendatang,” jelas Nurhasan.
Dalam kisah tutur warga, wilayah ini dahulu dikenal sebagai “Kunir Besini”, yang berasal dari kata kunir (kunyit) sebagai simbol kesuburan dan keperempuanan.
Legenda setempat juga menyebut bahwa Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada pernah mengunjungi kawasan ini pada masa kejayaan Majapahit. Seiring waktu, perubahan bahasa dan administrasi mengubah nama Kunir Besini menjadi Buker, lalu dikenal luas sebagai Puger.
Puger dan Sadeng: Dua Nama, Satu Akar Sejarah
Sejarawan lokal meyakini bahwa Sadeng, lokasi penting dalam kisah Perang Sadeng masa Majapahit, dahulu mencakup wilayah Puger saat ini.
Pembagian administratif di masa berikutnya kemudian memecah wilayah itu menjadi beberapa desa yaitu Puger Wetan, Puger Kulon, Grenden, Kasian, dan Mojosari. Namun akar sejarahnya tetap sama: wilayah pesisir penting di masa kerajaan Jawa.
Bagi Kepala Desa Nurhasan, sejarah bukan sekadar cerita masa lalu. “Sejarah adalah akar identitas. Kalau kita melupakan sejarah, berarti kita kehilangan arah,” ujarnya tegas.
Pemerintah Desa Puger Kulon kini tengah berupaya mendokumentasikan sejarah desa secara tertulis agar kisah-kisah leluhur tidak hilang ditelan waktu. Harapannya, generasi muda bisa mengenal, mencintai, dan bangga terhadap tanah kelahirannya. (dan/ian).