Oleh: Maya Rayungsari
Di antara luka yang tak terucap,
kau berdiri—tak runtuh, meski dunia gemetar.
Usiamu genap tiga puluh empat,
namun jiwamu jauh lebih matang dari angka-angka itu.
Kau memilih diam saat badai mengguncang,
menjaga rumah yang nyaris runtuh
dengan tanganmu yang gemetar namun tetap menggenggam,
dengan doa yang tak henti,
dengan cinta yang diuji habis-habisan.
Kau bertahan, bukan karena lemah,
tapi karena hatimu menolak gegabah.
Kau beri waktu—bukan untuknya, tapi untukmu:
untuk yakin,
untuk benar-benar melihat
apakah janji bisa tumbuh dari tanah gersang.
Tujuh bulan—
adalah sabar yang ditanam dalam tangis sunyi,
adalah malam-malam penuh tanya pada Tuhan,
“Apakah aku masih layak dicintai seperti wanita lain?”
Dan Tuhan—tak pernah jauh dari hatimu.
Dia tahu air mata itu bukan tanda kalah,
tapi tanda bahwa engkau masih manusia,
masih punya harapan,
meski tubuhmu lelah menopang setia yang dilukai bertubi-tubi.
Kini, di usia yang baru,
semesta memberi hadiah paling jujur:
dirimu sendiri.
Utuh.
Meski pernah hancur.
Kuat.
Meski nyaris patah.
Bijak.
Karena kau memilih melihat dengan mata hati,
bukan sekadar mata dunia.
Selamat ulang tahun,
perempuan yang tahu cara mencintai,
juga cara bertahan,
dan suatu hari nanti—cara melepaskan,
jika memang itu cara untuk kembali mencintai diri sendiri sepenuhnya.
__________________________________________________
*Setiap Minggu Kabarpas.com memuat rubrik khusus “Nyastra”. Bagi Anda yang memiliki karya sastra, baik berupa cerita bersambung (cerbung), cerpen maupun puisi. Bisa dikirim langsung ke email kami: redaksikabarpas@gmail.com.*